Krjogja.com - YOGYA - Setelah memperkenalkan diri lewat album debut Flying Colors pada April 2025, Sandstorm Of Youth (SOY) kembali dengan sebuah pernyataan baru. Single bertajuk “Galat” hadir bukan sebagai kelanjutan yang aman, melainkan sebagai catatan paling jujur tentang hidup yang sering kali berjalan di luar rencana.
Jika Flying Colors adalah arsip kegelisahan masa lalu, maka Galat berbicara tentang hari ini—tentang realitas yang dijalani, dirasakan, dan tak selalu bisa diterima dengan senyum.
Baca Juga: Latvia Kekurangan Pria, Kesempatan untuk Para Jomblo?
Lagu ini menjadi penanda pergeseran penting bagi SOY: penggunaan bahasa Indonesia sebagai medium utama, langkah yang mereka pilih agar cerita terasa lebih dekat dan relevan bagi generasi yang tumbuh bersama mereka. Galat sekaligus menjadi pintu masuk menuju album kedua SOY yang akan sepenuhnya berbahasa Indonesia.
“Konsekuensi natural negara gagal: lahirnya lagu-lagu seperti ini. Dan memang sudah saatnya,” ujar Soni Triantoro, penulis buku Musik Protes sekaligus Executive Producer Narasi.
“Galat” lahir dari percakapan sehari-hari—obrolan tentang hidup yang terasa berat, tentang keganjilan yang sering dianggap wajar, dan kelelahan yang jarang diberi ruang untuk diucapkan.
Lagu ini tidak menunjuk siapa pun sebagai terdakwa, melainkan mengajak pendengarnya berhenti sejenak dan bertanya: bagaimana jika hidup memang tidak pernah sepenuhnya berjalan seperti seharusnya?
Lirik-liriknya menggambarkan situasi yang akrab: upah yang tak cukup, tekanan yang datang bersamaan, mimpi yang makin terasa jauh, serta usaha keras yang tak selalu berbanding lurus dengan hasil.
Kritik sosial hadir tanpa nada menggurui—disampaikan lewat pengalaman personal, dalam jarak yang sangat dekat dengan kehidupan sehari-hari.
Bagian chorus menjadi pusat emosional “Galat”: harapan yang besar berhadapan dengan kenyataan pahit. Perjuangan tetap harus dijalani, meski tak pernah ada jaminan semuanya akan terbayar.
Di titik inilah Galat menjadi bentuk penerimaan—bahwa tidak semua hal bisa dikendalikan, namun perasaan tetap layak untuk dirasakan.
“SOY berhasil menuangkan curhatan rakyat melalui runutan lirik yang berisikan kondisi riil di negara tercinta, dibalut dengan nada reggae dub khas mereka,” ujar Satria Ramadhan dari SRM Bookings & Services / AXEAN Festival.
Secara musikal, SOY tetap setia pada karakternya: perpaduan Reggae, Dub, dan Blues yang hangat, groove yang hidup, serta komposisi yang memberi ruang bagi instrumen dan vokal untuk berbicara apa adanya. Tak ada yang berlebihan—hanya kejujuran yang dibiarkan mengalir.