musik

21 Tahun Black Boots, Nafas Panjang Lawan Penindasan

Sabtu, 26 November 2016 | 18:37 WIB

TAK mudah setia pada skena musik selama dua dekade lebih. Apalagi setia pada skena yang jauh dari kata populer seperti Punk. Tapi, itulah yang dilakukan Black Boots, band Punk yang lahir di era 90-an di Yogyakarta. Soetik SW (bass), Manyul (vokal), Arya Jalu (gitar), dan Budi Bodhonk (drum) tetap bertahan dengan musik yang membesar di Yogya sejak 1995 itu dan mengokupasinya dengan brilian.

Zaman boleh berganti, tapi penindasan selalu ada dan sama. Hanya bentuknya saja yang berubah, tak lagi lewat moncong senapan namun ilmu pengetahuan. Alasan itu yang membuat Manyul dkk setia pada Punk sejak Black Boots lahir di Kampus ISI. Hanya dengan musik yang seperti itu mereka bisa menyuarakan berbagai macam penindasan yang ada di masyarakat, sejujur-jujurnya tanpa ada iming uang panggung pengisi perut dan segala macamnya.

"Apa yang kami lakukan jujur dari hati yang terdalam. Bermain musik untuk menyuarakan mereka yang tak bisa bersuara. Inilah Black Boots," kata Manyul ketika diwawancara di Jogja National Museum (JNM) beberapa waktu lalu usai manggung di Tattoo Merdeka.

Okupansi Black Boots kembali menyuarakan penindasan di sebuah pertunjukkan memperingati Ulang Tahun mereka ke-21 di sebuah kafe bilangan Babarsari, Sleman, Kamis (24/11/2016) malam. Kehadiran mereka telah banyak ditunggu punkers yang kangen menikmati anarko lewat lagu-lagu Black Boots di atas panggung. Sebelumnya, mereka pemasanan dulu dengan band-band lawas yang turut meramaikan ulang tahun Black Boots.

Sejak DJ Samana menggoyang lantai kafe dengan trance, gemuruh pogo mulai terdengar. Anti Sosial, band punk tak mau memberi jeda lama para penonton kembali berpogo yang kemudian marathon dengan penampilan Something Wrong, Sistem Rijek, Regal, Kiki and The Klan dengan pertunjukkan musik akrobatik serius nan memabukkan, lalu dilanjut band Melodic Punk Morning Horny yang sukses menopankan ratusan penggemar di depan panggung.

Gemuruh memuncak ketika Black Boots naik panggung. Sambil menyetting alat, Manyul, langsung menyapa kawan-kawan yang sudah tak sabar moshing di bawah panggung. "Terima kasih untuk Bumi, terima kasih untuk para petani yang masih berjuang sampai hari ini di tengah penindasan, terima kasih untuk kawan-kawan yang masih terus melawan ketidakadilan. Terima kasih buat yang masih berada di luar kafe, masuk saja sudah. Gratis, tiketnya buang saja, gratis," tegasnya yang lalu disambut dengan sorak-sorai dan kepalan tinju ke udara.

Gaharnya sound gitar yang beradu dengan dentuman bass bersama pukulan drum mengantar pertunjukan. Black Boots pun langsung menghajar ketidakadilan lewat lagu-lagu mereka. "Keras Kepala" langsung didendangkan disertai dengan crowd surfing dari depan panggung. Walau banyak yang terjatuh, sesama penonton lainnya saling membantu, memeluk, lalu menawarkan minum melepas kerontang tenggorokkan. Sebuah pemandangan yang kerap terjadi di konser punk namun disalahartikan oleh jurnalis yang tak paham bagaimana seharusnya menikmati musik Punk.

Black Boots kembali mengeksekusi perlawanan dengan nomor-nomor dahsyat macam "Anarki", "Ora Gelem", "Polisi Polisi", "Bakar Bersama", dan tentu saja "Pogo Anjing" yang menambah gemuruh dua kali lipat. Mereka juga membawakan lagu baru yang akan masuk ke album baru mereka dengan bengis dan tak memberi kesempatan penonton bernapas sampai akhir. Sebuah pertunjukkan ulang tahun yang menyenangkan dan menampar ketidakadilan. 21 Tahun Blackbloots, aksi mereka tak klendestin, tetap seperti dulu: menyuarakan perlawanan dan menyatukan manusia lewat romantisme chaos di depan panggung.(Des)

Halaman:

Tags

Terkini

Mantan Vokalis Edane, Ecky Lamoh Meninggal Dunia

Minggu, 30 November 2025 | 10:30 WIB