Krjogja.com - Dari base camp sederhana di Sukoharjo, Jawa Tengah, denting nada klasik Orkes Melayu Lorenza menjelma menjadi harmoni viral yang menembus batas generasi.
Di tengah gegap gempita musik modern dan geger koplo, hadir satu nama yang mendadak naik ke permukaan: OM Lorenza. Grup musik asal Dukuh Ngemul, Desa Sidorejo, Bendosari, yang akan pentas di event 'Land of Koplo' Sabtu (24/5) di Stadion Kridosono Yogyakarta ini sukses membangkitkan kembali romansa dangdut klasik lewat lagu "Tambal Ban" yang viral di jagat maya. Sosok Mr. Joko Lodank, dengan vokal merdunya, menjadi wajah baru dari nostalgia yang hidup kembali.
Berdiri sejak 2007 berkat tangan dingin Budi Aeromax, OM Lorenza sempat terhenti. Namun sejak 2012, di bawah komando Murjiyanto, semangat berkarya tak pernah padam. Bukannya redup di masa pandemi, mereka justru mengalunkan lagu-lagu era 70-90an dari ruang tamu sederhana, yang kini berubah menjadi panggung kecil sarat cinta dan nada.
Facebook, TikTok, dan Resonansi Retro
Awalnya hanya unggahan iseng di Facebook. Tapi siapa sangka, video mereka—penuh kehangatan dan gaya vintage—mendapat sambutan luar biasa. TikTok ikut menyambut dengan tantangan gerak tari retro yang meriah. Kostum cutbray, sepatu pantofel, dan topi klasik jadi dress code tak tertulis di setiap video. Lagu "Tambal Ban" menembus 200 ribu penonton di YouTube hanya dalam hitungan minggu.
Puncaknya, OM Lorenza resmi diumumkan sebagai salah satu penampil di Pestapora 2025. Kabar ini datang langsung dari Kiki Aulia Ucup via Twitter—menandai tonggak sejarah baru bagi grup yang mengusung napas lama dengan nyawa baru.
Konser Panjang, Lagu Panjang Umur
Bayangkan menonton konser dangdut 3-4 jam tanpa jenuh—itulah yang ditawarkan OM Lorenza. Dalam satu pentas, mereka bisa mengayun 20-25 lagu klasik dengan iringan 10 musisi dan 4 penyanyi: Winda Exa, Dewi Satria, Etik Mehong, dan Titin Defani. Setiap nomor bukan sekadar lagu, melainkan kenangan yang dihidupkan kembali.
Hit Demi Hit, Nada Demi Jiwa
"Tambal Ban" menjadi anthem kerja keras dan keikhlasan. Bukan hanya liriknya, tapi juga koreografi yang menggambarkan kehidupan sang tukang tambal ban—simbol perjuangan rakyat kecil.
"Antara Dia Kau dan Aku" membelah cinta jadi tiga sudut, dibalut aransemen slow rock yang penuh rasa. “Singkong dan Keju” menjadi metafora kehidupan, sementara “Terajana” tetap teguh sebagai pilar moral dan cinta dalam dunia dangdut.
Nostalgia yang Menjadi Gaya Hidup
Lebih dari sekadar grup musik, OM Lorenza kini adalah simbol gerakan kultural. Penampilan mereka menghidupkan kembali gaya hidup retro: dari fashion hingga semangat berkesenian yang tulus. Mereka bukan sekadar memutar ulang masa lalu, tetapi mengemasnya dengan rasa baru yang membumi dan membangkitkan memori kolektif.
Nada Lama, Irama Baru