Krjogja.com - Jogja, kota yang selama ini dikenal sebagai salah satu barometer perkembangan musik independen di Indonesia, kini menghadapi tantangan serius.
Banyak musisi muda dan band-band baru berguguran bukan karena kekurangan semangat, tapi karena minimnya ruang untuk berkarya dan didengar.
Di tengah kegelisahan itu, sebuah inisiatif bernama SonicLand lahir—menawarkan harapan baru bagi masa depan musik Jogja. Sonicland Fest #1 yang digelar Jumat (13/6) di Mili by Shaggydog tampil beberapa grup band seperti: Eastern Gangster, FeelGood, Sandi Abdurakhman, Bandito, Sicks dan Original Jrenx.
Baca Juga: 440 Atlet Internasional Serbu UAJY di 2nd South East Asia Hapkido Championship 2025
Digagas oleh Wahyu Joyo, seorang pelaku seni yang sudah lama mengamati denyut musik lokal, SonicLand bukan sekadar panggung pertunjukan. Ia dimaksudkan sebagai “rumah bersama” bagi para musisi lintas generasi.
“SonicLand kami gagas sebagai wadah regenerasi. Banyak talenta muda luar biasa di Jogja, tapi mereka tidak tahu harus tampil di mana, harus mulai dari mana,” kata Wahyu.
Acara pertama SonicLand yang digelar beberapa waktu lalu mendapat sambutan hangat dari komunitas musik. Dari genre rock, pop, jazz, hingga eksperimental, semuanya diberi ruang. Tidak ada batasan umur, tidak ada batasan genre. Yang penting: semangat berkarya.
Baca Juga: Kulonprogo Lampaui Rata-Rata Nasional dalam Pembangunan Keluarga, Gencarkan Gerakan Ayah Teladan
Lebih dari sekadar pertunjukan, SonicLand menghadirkan ruang dialog antar generasi. Para musisi senior tidak hanya menjadi penampil, tapi juga mentor. “Yang kami harapkan adalah kolaborasi, bukan kompetisi,” tambah Wahyu.
Kini, SonicLand tengah bersiap untuk gelaran berikutnya. Antusiasme tak terbendung—puluhan band sudah menyatakan kesiapan untuk tampil, bahkan beberapa datang dari luar kota. Semua datang dengan satu misi: menjaga api musik Jogja tetap menyala.
SonicLand bukan solusi tunggal atas krisis ruang ekspresi di Jogja. Tapi ia adalah permulaan yang penting. Sebuah upaya nyata dari komunitas untuk tetap hidup, tumbuh, dan bermusik bersama. Karena dalam musik, kita tidak hanya berkarya—kita juga bertahan.
Sampai jumpa di gelaran SonicLand berikutnya. Musik belum mati. Ia hanya butuh tempat untuk hidup kembali. (*)