Kurikulum 2013 menurutnya adalah kurikulum yang padat konten dan bermuatan sangat banyak. “Dalam dunia disrupsi, jika kurikulum banyak konten dan muatannya, kita tidak bisa memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mendalami sesuatu dari kecenderungan bakat mereka. Padahal kita sedang menciptakan generasi yang kompeten,†tegasnya.
Ia mengingatkan bahwa saat ini yang dibutuhkan adalah masing-masing peserta didik memiliki kompetensi yang mumpuni. Individu terbaik adalah mereka yang menguasai sesuatu secara mendetil hingga ke ‘akarnya’. Dengan kurikulum prototipe, dimungkinkan ruang improvisasi guru diperlebar sehingga guru dapat mengakselerasi dan mencari model terbaik dalam pembelajaran. “Kurilulum Prototipe ingin mengurangi konten. Hal ini supaya anak-anak lebih memahami tentang suatu hal lebih detil,†ungkapnya.
Lalu yang paling penting adalah kurikulum ini bersifat opsional atau tidak wajib. Kalau ada sekolah yang memilih opsi kurikulum prototipe ini, Syaiful Huda meminta ada skema intervensi yang disiapkan untuk mengimplementasikannya. Tentu berbagai keputusan yang diambil sekolah atau pemda, akan berdampak pada anggaran dan sarpras.
“Nanti akan kami pertimbangkan untuk afirmasi alokasi anggaran dari APBN, untuk dicari skemanya,†imbuhnya optimistis sambil mengingatkan agar berbagai pihak yang tertarik untuk beralih ke kurikulum ini untuk melakukan berbagai penyesuaian dan simulasi.
Sebagai mitra strategis, Komisi X DPR RI mendukung terobosan-terobosan yang dilakukan Kemendikbudristek, khususnya dalam penanganan dampak pandemi. “Semoga dengan opsi kurikulum prototipe, saya yakin akan ada transformasi pendidikan yang lebih cepat terlebih di masa pasca pandemi ini,†tuturnya.
Pelaksana Tugas (Plt.) Kepala Pusat Kurikulum dan Pembelajaran Kemendikbudristek Zulfikri mengungkapkan bahwa pandemi membuka peluang untuk menghadirkan inovasi dalam pembelajaran. Kemendikbudristek telah melakukan beberapa terobosan antara lain dengan menyederhanakan Kurikulum 2013 menjadi Kurikulum Darurat dalam rangka pemulihan pembelajaran sebagai bagian dari mitigasi learning loss di masa pandemi.
Selain itu, Kemendikbudristek juga telah melakukan monitoring dan evaluasi penerapan Kurikulum Darurat dapat mengurangi dampak learning loss akibat pandemi secara signifikan. Studi Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan (BSKAP) menunjukkan bahwa siswa pengguna Kurikulum Darurat mendapat capaian belajar yang lebih baik daripada pengguna Kurikulum 2013 secara penuh, terlepas dari latar belakang sosio-ekonominya. Bila kenaikan hasil belajar itu direfleksikan ke proyeksi learning loss numerasi dan literasi, penggunaan kurikulum darurat dapat mengurangi dampak pandemi sebesar 73% (literasi) dan 86% (numerasi).
Dalam waktu dekat, Kemendikbudristek segera menawarkan opsi kebijakan kurikulum untuk pemulihan pembelajaran. Opsi kurikulum yang ditawarkan adalah kurikulum prototipe yang mendorong pembelajaran sesuai dengan kemampuan siswa, serta memberi ruang lebih luas pada pengembangan karakter dan kompetensi dasar.