JAKARTA, KRJOGJA.com - Mempertahankan dan mengembangkan sastra 'Lisan Mantra' di Tidore Kepulauan, Maluku Utara, agar tetap digunakan oleh masyarakat pemilik sastra sebagai warisan budaya. Demikian diungkapkan Ari Andarsyah Kantor Bahasa Provinsi Maluku Utara, dalam rilis yang diterima KRJOGJA.com, Senin (4/10/2021).
Konservasi dalam konteks pelindungan sastra berarti upaya menjaga dan melestarikan terhadap kemusnahan atau kerusakan dengan kata lain mempertahankan dan mengembangkan sastra agar tetap digunakan oleh masyarakat pemilik sastra sebagai warisan budaya. Kegiatan konservasi sastra lisan dilaksanakan untuk mendokumentasikan sastra lisan mantra yang ada di Tidore Kepulauan.
Orang Tidore menyebut mantra sebagai Olisou. Olisou adalah kalimat sakral yang diyakini mampu menghasilkan sesuatu yang diinginkan. Tradisi lisan ini, menurut beberapa sumber di Tidore, ada sejak zaman Momole. Mantra dituturkan sendiri, membutuhkan tempat yang steril (sunyi), dan tidak menggunakan alat musik.
Tuturan dilakukan pada media yang berbeda sesuai dengan kegunaannya. Bahasa yang digunakan umumnya bahasa Tidore. Tidak semua mantra bisa didokumentasikan. Hanya mantra tertentu saja, seperti mantra penentuan hari baik dan mantra membuka lahan.
Kegiatan Konservasi Sastra Lisan Mantra merupakan kegiatan pendokumentasian yang dilakukan oleh Kantor Bahasa Provinsi Maluku Utara pada tanggal 8—14 Maret 2021 di Tidore Kepulauan. Mengambil dua lokasi yaitu di area kedaton kesultanan Tidore dan di Desa Gurabunga. Peserta yang terlibat mulai dari masyarakat adat, tokoh adat, pemilik sastra lisan, dan dari elemen pemerintah terkait seperti Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Tidore Kepulauan.
Pendokumentasian ini penting, mengingat kondisi sastra lisan Mantra yang kini berstatus terancam punah. Masyarakat yang bisa menuturkan sastra lisan sudah terbatas dan umurnya pun sudah lanjut. Sementara itu, regenerasi tidak berjalan dengan baik.
Dalam buku petunjuk pelaksanaan konservasi Bahasa dan Sastra, rangkaian kegiatan pelindungan Bahasa dan Sastra yang bisa dilakukan adalah Pemetaan Sastra, Kajian Vitalitas, dan Konservasi (sastra lisan, manuskrip, dan sastra cetak). Sedangkan pemetaan Sastra Lisan di Desa Talaga, Desa Loce, Desa Awer, dan Desa Taraudu, Kabupaten Halmahera Barat, pada 28 Juni—3 Juli 2021.
Konsep pemetaan sastra (mapping literature) dalam penelitian pemetaan sastra ini bukan penelitian yang bertujuan untuk mendeskripsi unsur-unsur kartografi dalam ruang fiksi (cartographic components of literature). Namun, pemetaan sastra yang dimaksud di sini adalah upaya memetakan khazanah sastra (mapping the wealth of literature) yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat tutur bahasa lisan pada wilayah Provinsi Maluku Utara.
Pengambilan data pemetaan sastra lisan dilaksanakan selama 6 hari yaitu dimulai pada tanggal 28 Juni—3 Juli 2021. Daerah pengambilan data yaitu di Desa Talaga, Desa Awer, Desa Taraudu, dan Desa Loce, Kabupaten Halmahera Barat. Informan yang terlibat mulai dari masyarakat adat, tokoh adat, pemilik sastra lisan, dan pemerhati budaya.
Kegiatan ini bertujuan untuk menjaring semua data-data terkait sastra lisan yang ada di Kabupaten Halmahera Barat. Data yang diperoleh berupa sastra lisan Mai’o, Pantun/syair, Cum-cum/teka-teki, Dolabolo, Bobita/sambutan, Siloloa/mempersilakan makan, dan cerita rakyat talaga rano. Hasil dari pemetaan inilah yang nantinya diolah untuk kemudian dilakukan tindak lanjut misalkan dilakukan kajian vitalitas, konservasi, dan revitalisasi.
Kajian Vitalitas Sastra Lisan di Mai’o di Desa Gamtala, Desa Awer, dan Desa Loce, Kabupaten Halmahera Barat, pada 23—27 Agustus 2021. Kajian Vitalitas Sastra merupakan tahapan lanjutan dalam pelindungan sastra setelah dilakukan pemetaan sastra. Kajian ini dimaksudkan untuk mengukur sejauh mana daya hidup sastra lisan suatu daerah.
Secara umum yaitu untuk mengetahui status kebertahanan hidup sastra lisan yang ada di kabupaten tersebut. Status sastra lisan itu berimplikasi pada tindakan yang perlu dilakukan, apakah perlu dilakukan konservasi, revitalisasi, atau konservasi sekaligus revitalisasi.