"Karena saya berempati kepada kamu," jawab Pèncèng, "Saya menghormati niat baikmu. Saya menjunjung partisipasimu untuk memperbaiki keadaan. Saya bersimpati kepada urun perjuanganmu untuk meskipun se-cuwil mengentaskan keadaan dari kebobrokan menuju paugeran yang seyogianya. Saya mensyukuri inisiatifmu untuk mencarikan obat bagi orang yang sakit."
"Itu makin melebar-lebar, Cèng," kata Beruk, "Kalau kamu bilang untuk memperbaiki keadaan, di balik kalimatmu itu terdapat kesimpulan bahwa keadaan sedang tidak baik. Kalau kamu bilang mengentaskan dari kebobrokan menuju paugeran yang seyogianya, di belakang ucapanmu itu terdapat tuduhan bahwa ada yang sedang bobrok karena melanggar paugeran. Dan kalimatmu tentang mencarikan obat bagi yang sakit, itu artinya ada yang sedang sakit, sudah lama sakit, dan belum diobati, karena belum ketemu obatnya..."
Pèncèng tertawa terbahak-bahak.
"Kamu melarang saya untuk melebarkan pembicaraan, tapi kamu malah memastikan betapa luas dan komplek masalah itu, bahkan kamu memperdalamnya..."
"Lho saya sedang membantah kamu, bukan sedang mempermasalahkan masalah,"Â
Gendhon mencoba menengahi. "Begini ya Beruk dan Pèncèng," katanya, "Perbaikan dan perubahan keadaan itu hanya berlaku bagi orang yang melihat ada sesuatu yang harus diperbaiki dan diubah. Tapi bagi orang lain yang merasa nyaman dengan keadaan yang ada, tidak ada sesuatu yang perlu diubah atau diperbaiki..."
Bersama Pèncèng dan Beruk, saya mendengarkan mediasi Gendhon dengan sabar. "Kebobrokan hanya berlaku bagi mereka yang terganggu oleh suatu keadaan yang mereka sebut kebrobrokan. Tapi itu tidak berlaku bagi mereka yang lain yang justru merasa enak dan nikmat, sehingga mereka tidak mungkin menyimpulkan bahwa itu kebobrokan. Juga sakit atau penyakit, itu berlaku pada orang yang mengetahui sakit dan penyakit. Orang yang datang ke dokter adalah orang yang sadar bahwa ia sedang sakit. Tapi sekarang banyak orang sakit yang malah melamar kerja menjadi dokter, sampai akhirnya masyarakat mengenalnya tidak sebagai orang sakit, melainkan sebagai dokter."
Terpaksa akhirnya saya potong. "Pause dulu ya, anak-anak. Kita endapkan dulu Sultan Panatagama. Saya usulkan sekarang giliran Pèncèng memaparkan tema Kelahiran Si Ponang Bayi, yang katanya digali dari proses pementasan teater Mikul Dhuwur.Â