"Ini yang serÂing terjadi dan keluhan petani ini ada di mana-mana. Menurut saya perlu dievaluasi distribusinya. Kalau memang ini tidak bisa diuntungkan besar kepada para petani, mungkin perlu dicek lagi apakah perlu subsidi pupuk diberikan saat kapan dan harga yang ditetapkan," tuturnya.Â
Moeldoko menilai, subsidi sebaiknya dialihkan ketika pasca panen. Contohnya dengan memÂbeli gabah hasil panen para petani. Misalnya, harga gabah yang semula dipatok Rp 3.700 per kilogram, dibeli pemerÂintah dengan harga Rp 5.000 sampai Rp 6.000 per kilogram.Â
"Dengan begitu, uang pemerÂintah bisa dirasakan langsung oleh petani. Karena justru yang diinginkan oleh para petani adalah melindungi harga pasca panen. Sebenarnya bagi para petani sepanjang dia bisa menÂjual setinggi-tingginya harga itu sangat nikmat bagi dia," papar dia.Â
Moeldoko menambahkan, subsidi benih dan pupuk yang jumlahÂnya Rp 31 triliun akan lebih bagus bila dialihkan ke harga gabah yang lebih baik. Sehingga pendaÂpatan petani ada peningkatan. Daripada tidak menikmati, mendÂing harganya yang diperbaiki saat panen.Â
"Saya sebagai ketua HKTI tidak mau dong petani saya menderita. Petani itu jangan miskin, harus kaya. Makanya saya usulkan subsidinya bukan di awal, tetapi di akhir, yaitu subÂsudi harga besar, misalnya dari harga Rp. 3.500, naik disubsidi menjadi Rp 4.500 atau Rp 5.000. Dengan begitu, petani akan seÂmakin sejahtera," pungkas Moeldoko. (*)