Tidak harus keindahan alam yang berpotensi dijadikan faksi, kehidupan yang kita jalani di mana pun, termasuk di kota-kota besar mengandung potensi-potensi faksi apabila dituliskan. Seseorang yang menulis catatan harian dan menceritakan apa yang dialaminya setiap hari sejatinya tengah menulis faksi dan secara tidak sadar ia sedang mengasah keterampilannya berkisah.
Hal-hal yang tampak sepele jika diperhatikan dengan saksama dan ditelusuri lagi, dapat menjadi faksi yang menarik. Karena itu, untuk menggiatkan penulisan faksi, seseorang harus rajin bepergian ke mana pun dan berinteraksi dengan banyak orang. Namun, jangan terjebak menulis faksi yang melulu mengisahkan diri sendiri atau menonjolkan ketokohan diri sendiri karena pembaca akan bosan dan menangkap sinyal narsisme dari diri Anda.
Perlukah sebuah riset dalam penulisan faksi? Jawabnya sangat perlu jika Anda ingin menulis faksi yang lebih mendalam dan menggugah pikiran dan perasaan pembaca lebih kuat lagi. Contohnya, ketika Anda tahu ada seorang veteran perang yang kini menjadi pemulung dan sakit-sakitan, Anda dapat mewawancarai, menelusuri riwayat hidupnya, dan mengunjungi tempat tinggalnya.
Lalu, Anda membuat faksi yang menyentuh kemudian di-viral-kan di media sosial. Faksi berbasis riset meksipun kecil-kecilan itu akhirnya mengundang simpati banyak pihak untuk menolong sang veteran.
Kasus seperti ini sudah kerap terjadi dari hasil penulisan faksi yaitu munculnya gelombang kepedulian dari banyak orang terhadap kasus tertentu. Karena itu, faksi menjadi penting dalam konteks sosial-kemasyarakatan selain konteks daya literasi yang hendak kita kuatkan. Masih banyak potensi faksi di sekitar kita yang dapat dituliskan.
Tertarik menulis faksi? Keluarlah segera dari rumah, berjalan-jalanlah, sapa dan tersenyumlah kepada orang-orang yang Anda temui, serta gunakanlah fitur ponsel pintar Anda untuk merekam kejadian, memotret, dan menuliskannya. Selamat berfaksi dan beraksi![]