Di luar tokoh-tokoh besar itu, masih banyak tokoh lain yang menghasilkan karya tulis dari balik jeruji penjara. Mereka yang kini tengah menjalani hukumannya karena berbagai sebab kerap membebaskan perasaannya dengan menulis.
Faktor PRIN
Dalam satu sesi seminar saya mengungkapkan bahwa kemampuan seseorang untuk produktif menulis sangat dipengaruhi oleh faktor PRIN atau kepanjangannya pikiran-rasa-indra-naluri—saya mengutip dan memodifikasinya dari guru menulis saya, Bang Semch (N. Syamsuddin Ch. Haesy). Semua itu seperti perangkat lunak yang telah diinstal oleh Sang Maha Pencipta ke dalam tubuh manusia. Karena itu, sebagai rasa syukur, seorang manusia berkewajiban merawat pikiran, perasaan, indra, dan nalurinya sehingga dapat optimal digunakan.
Perasaan menjadi unsur yang paling berpengaruh pada seseorang karena perasaanlah yang sering tertawan oleh banyak persoalan. Namun, kita sendiri masih sering bingung menempatkan antara pikiran dan perasaan sehingga sering meluncur kalimat seperti ini.
“Huh, capek gw mikirin artikel ini. Nggak selesai-selesai dari tadi ….â€
Sebenarnya bukan pikiran kita yang capai (capek), melainkan perasaan kita sehingga artikel yang cuma tiga halaman tidak selesai-selesai seharian. Pikiran kita sejatinya terus bekerja, tetapi perasaan menjadi terganggu oleh banyak hal dan akhirnya memblokade kemampuan untuk berkarya. Apa yang terasa adalah rasa lelah yang menjadi ujaran seolah-olah itu pikiran kita, padahal perasaan.
Memang semestinya kita dapat belajar dari mereka yang meski terpenjara secara fisik, tetapi perasaannya tetap bebas dan enteng saja menghadapi suatu persoalan berat. Demikian juga mereka dengan keterbatasan, baik itu fisik maupun materi, malah mampu berkarya dengan sangat bagus. Artinya, mereka benar-benar membebaskan perasaannya dari hal-hal yang menakutkan atau menggelisahkan sehingga mampu mengoptimalkan kemampuan berpikirnya.