Terlebih, berdasarkan riset sebesar 52,2% anak muda (termasuk siswa kategori generasi Z) lemah literasi digital. Artinya, 52,2% anak muda Indonesia tidak memverifikasi kebenaran dari informasi yang diterima, baik dalam bentuk gambar, video, berita, situs, dan postingan media sosial.
“Saat ini semua sudah borderless, serba terbuka tanpa sekat. Informasi apa pun bisa diakses di internet. Yang mengkhawatirkan adalah narasi-narasi keagamaan yang salah dan budaya serba bebas. Guru harus juga berperan untuk meningkatkan literasi keagamaan siswa dan masyarakat. Guru harus mengisi ruang-ruang kosong di dunia digital ini dengan memberikan pemahaman keagamaan yang benar dan moderat agar siswa tidak salah arah. Misalnya mengantisipasi bullying (perundungan), pelecehan seksual, dan berbagai tindakan negatif lainnya.
“Kalau ini terjadi, marwah madrasah akan tercoreng. Guru juga harus menghindari tindakan dan perilaku tercela, seperti tindakan asusila, bullying terhadap siswa, dan lainnya,” tegas Wibowo.(ati)