Menurut PP 10/2011, pinjaman itu terbagi atas pinjaman tunai, budget financing, ini biasanya untuk mendukung policy reform pemerintah, terutama untuk menghasilkan kebijakan yang bisa menjadi enabler environment.
“Hibah kita bisa menerima, baik tersendiri atau melekat ke instrumen. Bisa terencana, masuk ke perencanaan anggaran. Kita bisa menerima hibah yang akan bisa fokus salah satunya ke energi,” tegasnya.
Sementara itu, Direktur Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kemenkeu Heri Setiawan mengatakan, kebutuhan investasi infrastruktur untuk tahun 2020-2024 mencapai Rp 6.445 triliun. Namun ada porsi pemerintah, sebesar Rp 2.385 triliun atau 37 persen, BUMN sebesar Rp 1.353 triliun, dan swasta sebesar Rp 2.707 triliun atau 42 persen. “Kita harapkan dari swasta, untuk pendanaan infrastruktur secara umum,” tegasnya.
Baca Juga: Inilah Tips Edumatrix Indonesia agar Siswa Lolos TNI-POLRI
Menurutnya, ada instrumen pembiayaan untuk mendukung penanganan perubahan iklim yakni bisa lewat pinjaman dan hibah SDG bond dan blue bond, green sukuk, public private partnership (PP), penjaminan dan dukung pemerintah lainnya.
Selain itu untuk instrumen pinjaman luar negeri, tambahnya bisa pinjaman tunai untuk pembiayaan definit APBN dan pengelolaan portofolio utang dan bisa juga dengan pinjaman kegiatan. Dengan pembiayaan kegiatan tertentu seperti transportasi, energi, pendidikan, kesehatan dll. Sedangkan hibah bisa berasal dari luar negeri dan juga dalam negeri. (Lmg)
.