Keadilan Biaya Kunci Jaga Sustainabilitas Keuangan Haji

Photo Author
- Selasa, 11 Juni 2024 | 12:16 WIB
 Anggota Badan Pelaksana BPKH, Acep R Jayaprawira, (kanan pakai baju putih) dalam dialog Forum Merdeka Barat 9 (FMB9) dengan tema ‘Mencari Solusi Biaya dan Masa Tunggu Haji’, Senin (10/6).  (Tangkapan layar zoom Rini Suryati.)
Anggota Badan Pelaksana BPKH, Acep R Jayaprawira, (kanan pakai baju putih) dalam dialog Forum Merdeka Barat 9 (FMB9) dengan tema ‘Mencari Solusi Biaya dan Masa Tunggu Haji’, Senin (10/6). (Tangkapan layar zoom Rini Suryati.)


Krjogja.com Jakarta - Salah satu tantangan utama dalam mengelola dana haji dan menjaga kualitas penyelenggaraan ibadah haji, yakni mendorong keadilan biaya bagi jemaah haji baik yang berangkat maupun yang masih menunggu, subsidi atau penggunaan nilai manfaat untuk jemaah berangkat harus mempertimbangkan kepentingan jemaah tunggu sehingga perlu diperhitungkan dengan baik.

Anggota Badan Pelaksana BPKH, Acep R Jayaprawira, dalam dialog Forum Merdeka Barat 9 (FMB9) dengan tema ‘Mencari Solusi Biaya dan Masa Tunggu Haji’, Senin (10/6) mengakui biaya operasional ibadah haji baik di dalam negeri dan di luar negeri melonjak tajam sejak terjadi COVID-2019.

Baca Juga: Perubahan Iklim

“Hal yang harus dipahami adalah perlunya menjaga sustainabilitas keuangan haji, saat ini nilai manfaat hasil investasi yang dihasilkan alokasinya masih lebih besar digunakan untuk mensubsidi jemaah yang berangkat saat ini,” kata Acep .

Keadilan biaya haji menjadi salah satu isu krusial yang harus dituntaskan untuk meningkatkan kualitas dan efisiensi penyelenggaran haji. Mengenai komposisi subsidi nilai manfaat saat ini, Acep mengungkapkan, rasio ideal subsidi adalah 70-30. Artinya, idealnya jemaah berangkat menanggung 70% dari BPIH dan BPKH menanggung sisanya dari nilai manfaat, sehingga proporsi yang dibagikan kepada jemaah tunggu dapat lebih besar. Bahkan diharapkan suatu saat dapat terjadi self financing.

Baca Juga: Puluhan Unit Rumah Elite Mangkrak di Karangpandan, Dipakai Tongkrongan Pelajar Bolos

Jika nominal dan persentase nilai manfaat yg didistribusikan ke jamaah tunggu besar, maka akumulasi nilai manfaat yg diperoleh setiap tahun akan dapat mengurangi kekurangan atau selisih biaya yang harus ditanggung jamaah.
Idealnya harus ada keseimbangan yang logis antara jumlah yang dibayar oleh jemaah dan yang disubsidi oleh BPKH, sehingga pemberian nilai manfaat kepada jemaah tunggu dapat lebih besar.

“Sebagai contoh, jika biaya penyelenggaraan haji adalah Rp100 juta. Maka jemaah akan membayar Rp70 juta bersumber dari setoran awal dan setoran lunas serta nilai manfaat dari Virtual account masing-masing, Sehingga BPKH menanggung sisanya Rp 30 juta,” ujarnya.

Sementara, rasio penggunaan nilai manfaat terhadap biaya haji yang terjadi selama ini belum ideal.

Acep mengatakan, kualitas dan efisiensi penyelenggaraan haji yang lebih baik bisa tercapai dengan dukungan pendanaan yang memadai. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Keuangan Haji, BPKH memiliki tugas utama mengelola keuangan haji. Tugas ini mencakup pengumpulan, pengelolaan, pengembangan, dan pengawasan dana haji.

Di sisi lain, saat ini BPKH memiliki beberapa tantangan dalam mengelola dana haji. Di antaranya masalah regulasi yang mengikat dan berdampak pada ruang gerak yang terbatas sehingga BPKH bertindak secara hati-hati dengan perhitungan yang matang.

“Menurut Pasal 53 UU Nomor 34 Tahun 2014, jika terjadi kerugian, pengurus BPKH harus menanggung secara bersama-sama atau istilahnya tanggung renteng, sehingga pilihan investasi yang dilakukan harus mengutamakan keamanan dana jemaah,” ungkapnya.

Oleh karena itu, Acep menekankan perlunya Revisi UU 34/2014 untuk memberikan fleksibilitas lebih besar kepada BPKH dalam mengelola investasi dan membentuk pencadangan kerugian.

Selama ini, investasi yang dilakukan BPKH terbatas, karena investasi harus dilakukan sesuai syariah. Terlebih produk-produk syariah ini relatif terbatas, sehingga membatasi pilihan investasi.

“Kami harus berinvestasi sesuai syariah. Tidak boleh ribawi. Sedangkan pasar keuangan syariah ini terbatas,” tambahnya.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Tomi Sujatmiko

Tags

Rekomendasi

Terkini

Lagi, Kilang Pertamina Luncurkan Produk Setara Euro 5

Minggu, 21 Desember 2025 | 15:00 WIB

GKR Hemas Dukung Ulama Perempuan di Halaqoh KUPI

Rabu, 17 Desember 2025 | 22:20 WIB

1.394 KK Ikut Penempatan Transmigrasi Nasional 2025

Rabu, 17 Desember 2025 | 10:30 WIB

Airlangga Hartarto Usulkan 29, 30, 31 Desember WFA

Rabu, 17 Desember 2025 | 05:56 WIB
X