KRjogja.com - BEBERAPA tahun terakhir, perubahan iklim mulai menjadi isu yang menarik perhatian banyak negarar. Pada tahun 2011 pemerintah Indonesia menerbitkan PP No 61 tahun 2011 tentang rencana aksi nasional penurunan gas rumah kaca, melalui peraturan tersebut pemerintah berkomitmen melibatkan keuangan negara dalam upaya penanganan dan mitigasi aksi perubahan iklim.
Pada tahun 2016 pemerintah telah mengeluarkan UU No. 16 tentang Pengesahan Paris Agreement yang menegaskan komitmen Indonesia untuk mengurangi emisi gas rumah kaca. Indonesia membatasi kenaikan suhu global dengan mengurangi emisi sebesar 29% dengan upaya sendiri dan hingga 41% dengan dukungan internasional pada tahun 2030 (National Determined Contribution).
Selanjutnya Kemenkeu melalui PMK No. 134/PMK.01/2021 tentang Climate Budget Tagging/CBT melakukan penandaan anggaran dalam dokumen perencanaan dan anggaran untuk mengetahui porsi pendanaan publik untuk kegiatan aksi mitigasi dan adaptasi perubahan iklim dalam APBN. Dengan penandaan tersebut diharapkan pemerintah dapat memonitor serta mengevaluasi efektivitas input terhadap output kegiatan pemerintah.
Baca Juga: Mahasiswa Asing Antusias Ikuti ICAC Ke 3 di UMS
Di bidang Perbankan, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah mengeluarkan kebijakan yang mendukung aksi mitigasi perubahan iklim melalui kebijakan Sustainable Finance Roadmap yang terbagi menjadi 2 tahap. Tahap I (2015-2019): fokus pada pengembangan kapasitas dan kesadaran di industri keuangan mengenai keuangan berkelanjutan. Selanjutnya tahap II (2020-2024): memperkuat implementasi dan integrasi aspek Economic Social Governance/ESG dalam praktik bisnis lembaga keuangan, termasuk perbankan. Pada tahun 2024 kebijakan Climate Risk Management & Scenario Anlysis (CRMS) 2024. CRMS mengatur aspek tata kelola, strategi manajemen risiko, dan pengungkapan untuk menilai ketahanan model bisnis dan strategi bank dalam menghadapi perubahan iklim dalam jangka pendek, menengah dan panjang.
Indonesia berpotensi mengalami kerugian ekonomi hingga Rp544,92 Trilun selama 2020 – 2024 akibat dampak perubahan iklim, jika intervensi kebijakan tidak dilakukan atau business as usual (Kementerian PPN/Bappenas,2024). Tingkat kerugian tertinggi dari sektor pesisir dan laut, misal akibat genangan kecelakaan kapal dan kerusakan habitat laut. Kedua sektor pertanian, misal cuaca yang mengakibatkan penurunan produksi beras. Ketiga sektor kesehatan akibat kasus penyakit demam berdarah. Keempat sektor perairan sebagai dampak perubahan iklim memicu penurunan ketersediaan air.
Baca Juga: Aksi Tolak Tapera di Halaman DPRD DIY Ricuh, Satu Mahasiswa Luka di Pelipis
Untuk mengurangi dampak ekonomi perubahan iklim, berbagai tindakan mitigasi dan adaptasi diperlukan yaitu:
(1) investasi dalam Energi Terbarukan: Mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil dan beralih ke energi bersih.
(2) Peningkatan Infrastruktur Tahan Iklim: Membangun infrastruktur yang dapat bertahan terhadap cuaca ekstrem.
(3) Kebijakan Ekonomi Hijau: Mengimplementasikan kebijakan yang mendorong praktik bisnis berkelanjutan dan rendah karbon, seperti: penerbitan green bond dan green sukuk.
(4) Produk Pembiayaan Berkelanjutan; Lembaga Jasa Keuangan menyediakan produk kredit hijau untuk mendanai proyek-proyek ramah lingkungan, seperti energi terbarukan, bangunan hijau, pengelolaan limbah (sampah), kredit kendaraan berbahan bakar listrik dan mendukung pembiayaan pembangunan infrastruktur yang tahan terhadap perubahan iklim dan berkelanjutan secara lingkungan.
(5) Pendidikan dan Kesadaran: Meningkatkan kesadaran tentang pentingnya tindakan mitigasi dan adaptasi iklim di kalangan masyarakat dan bisnis.
Baca Juga: RS Samsoe Hidajat Hadir Layani Warga Semarang
Tentunya mitigasi tersebut dapat berjalan dengan sukses jika adanya komitmen dan sinergi dari Pemerintah Pusat dan Daerah dengan berbagai lapisan masyarakat, dunia usaha, lembaga jasa keuangan, dan perguruan tinggi. Dengan mengambil langkah-langkah tersebut, dampak ekonomi dari perubahan iklim dapat dikurangi, sekaligus menciptakan peluang baru untuk pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Sattnya seluruh pihak bersiap menghadapi perubahan iklim. (Dian Ariani, SE.MM. Direktur Kepatuhan Bank BPD DIY, Pengurus KADIN DIY, Pengurus ISEI DIY)