Green Tax sebagai Pemicu Inovasi: Menata Ulang Strategi Perusahaan di Indonesia

Photo Author
- Senin, 8 Desember 2025 | 21:00 WIB
Patricia Paramitha Suci, S.Ak., M.Sc
Patricia Paramitha Suci, S.Ak., M.Sc

KRjogja.com - BAGI banyak perusahaan di Indonesia, istilah green tax (mulai dari pajak karbon sampai pungutan lingkungan) awalnya terdengar seperti suatu tambahan biaya. Namun, apabila melihat arah regulasi dan pasar, terutama sejak hadirnya pajak karbon, Nilai Ekonomi Karbon (NEK), dan Bursa Karbon Indonesia (IDXCarbon), green tax menjadi “ujian kelayakan hidup” bagi model bisnis di perusahaan. Kementrian Keuangan menjelaskan green tax sebagai instrumen fiskal yang dirancang untuk memasukkan biaya lingkungan ke dalam harga aktivitas ekonomi, sehingga produsen dan konsumen terdorong mengubah perilaku ke arah yang lebih ramah lingkungan.

Implementasi nyata dari green tax di Indonesia saat ini adalah pajak karbon dan skema Nilai Ekonomi Karbon (NEK). Pajak karbon diatur dalam UU HPP (Harmonisasi Peraturan Perpajakan) dan mulai diterapkan terbatas di sektor PLTU Batubara sejak 1 April 2022, dengan skema cap and tax dan tarif paling rendah Rp 30 per kg CO2e (Rp 30.000 per ton). Perpres 98/2021 memperkenalkan Nilai Ekonomi Karbon (NEK) dengan instrumen perdagangan karbon, pembayaran berbasis kinerja, dan pungutan karbon untuk mencapai target NDC (Nationally Determined Contribution) dan mengendalikan emisi gas rumah kaca. Berdasarkan hal tersebut, lahir Bursa Karbon Indonesia (IDXCarbon). Green tax dan harga karbon kini bukan lagi konsep abstrak, melainkan telah menjadi bagian nyata dari operasional perusahaan dan perhitungan laba rugi.

Green Tax Bukan Sekedar Pajak

Bagi perusahaan, green tax menyentuh setidaknya tiga dimensi strategi. Strategi pertama adalah biaya produksi dan daya saing. Pajak karbon secara langsung menaikkan biaya untuk emisi tinggi, terutama di sektor energi dan industri berat. Perusahaan yang lambat berinvestasi pada efisiensi energi atau teknologi rendah karbon akan menanggung biaya produksi yang semakin tinggi.

Strategi kedua adalah akses ke modal dan kepercayaan investor. OJK melalui POJK 51/2017 mewajibkan lembaga jasa keuangan, emiten dan perusahaan publik untuk menerapkan keuangan berkelanjutan dan menyusun Laporan Keberlanjutan yang memuat strategi, risiko, dan kinerja ESG. Tren global dan juga di Indonesia menunjukkan investor semakin menaruh perhatian pada perusahaan yang mengelola risiko iklim dan lingkungan. Green tax akan memperjelas berapa besar risiko finansial dari emisi tinggi, dan akan tercermin dalam penilaian kredit maupun valuasi ekuitas.

Strategi ketiga adalah reputasi dan “license to operate”. Green tax di Indonesia menekankan bahwa pajak lingkungan dipandang sebagai bentuk tanggung jawab perusahaan atas pemanfaatan sumber daya alam dan komitmen pada keberlanjutan. Pada era media sosial dan pelaporan berkelanjutan, perusahaan dengan rekam jejak buruk terkait pencemaran dapat menghadapi tekanan reputasi, boikot konsumen, atau konflik dengan komunitas lokal. Green tax membuat biaya lingkungan yang semula “tak terlihat” menjadi angka yang terlihat di laporan keuangan dan laporan keberlanjutan.

Tiga Langkah Strategis untuk Perusahaan di Indonesia

Perusahaan di Indonesia perlu menggeser cara pandang green tax dari sekedar compliance menjadi strategi bisnis hijau. Langkah pertama, menghitung jejak karbon dan risiko pajak yang dapat dimulai dari inventarisasi emisi dan emisi dari listik/energi yang dibeli. Berdasarkan perhitungan tersebut, dapat disimulasikan skenario biaya tambahan jika tarif pajak karbon naik dua atau tiga kali lipat, serta memperkirakan dampaknya terhadap margin laba dan harga jual.

Langkah kedua, memanfaatkan pasar karbon dan insentif untuk dekarbonisasi. Perusahaan yang memiliki potensi pengurangan emisi dapat mengurangi beban pajak karbon dan berpotensi menghasilkan kredit karbon yang dapat diperjualbelikan di IDXCarbon. Skema tax allowance, tax holiday, atau pembebasan bea masuk untuk investasi peralatan efisiensi energi dan teknologi rendah karbon dapat membantu menekan payback period proyek hijau. Alih-alih melihat green tax sebagai denda, perusahaan dapat memandangnya sebagai “diskon besar” bagi yang bertransformasi.

Langkah ketiga, mengintegrasikan green tax ke tata kelola dan pelaporan. Bagi emiten dan perusahaan publik, kewajiban Laporan Keberlanjutan POJK 51/2017 dan ekspansi praktik ESG menjadikan transparansi lingkungan bukan merupakan pilihan, namun suatu kewajiban. Informasi mengenai eksposur pajak karbon, strategi pengurangan emisi, dan pemanfaatan NEK sebaiknya masuk ke dalam analisis manajemen risiko dan proyeksi keuangan.

Penutup

Kebijakan Green Tax jika dirancang dan diimplementasikan dengan baik, dampaknya tidak hanya dapat mengurangi pencemaran lingkungan, tetapi juga mendorong perusahaan memperbaiki tata kelola, meningkatkan efisiensi, dan menyiapkan diri untuk ekonomi rendah karbon. (Patricia Paramitha Suci, S.Ak., M.Sc, Dosen Program Studi Akuntansi, Fakultas Bisnis dan Ekonomika, Universitas Atma Jaya Yogyakarta)

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizinĀ redaksi.

Editor: Danar W

Tags

Rekomendasi

Terkini

Manusia Unggul Indonesia Dambaan Ki Hadjar Dewantara

Kamis, 18 Desember 2025 | 17:54 WIB

Cashless Pangkal Boros?

Rabu, 17 Desember 2025 | 23:35 WIB

Festival Jaranan Bocah Meriahkan Desa Besowo Kediri

Selasa, 16 Desember 2025 | 12:15 WIB

JOS Atau 'Ngos'

Selasa, 16 Desember 2025 | 10:10 WIB

Digital Multisensory Marketing

Selasa, 16 Desember 2025 | 08:10 WIB

Krisis Kehadiran Publik

Senin, 15 Desember 2025 | 08:55 WIB

Kutukan Kekayaan Alam

Rabu, 10 Desember 2025 | 17:10 WIB

Ilmu Dekave

Selasa, 9 Desember 2025 | 17:50 WIB

Mengetuk Peran Bank Tanah dalam Penyediaan Rumah

Selasa, 9 Desember 2025 | 17:10 WIB

Omnibus Law, Omnibus Bencana

Selasa, 9 Desember 2025 | 13:22 WIB

Korban Bencana Butuh 'UPF'

Minggu, 7 Desember 2025 | 20:50 WIB

Payment for Ecosystem Services

Minggu, 7 Desember 2025 | 18:00 WIB

Kutukan Sumber Daya

Sabtu, 6 Desember 2025 | 23:00 WIB
X