KRjogja.com - PADA tahun 2025, sektor perbankan Indonesia akan menjadi sangat kuat dan menghadapi gelombang disrupsi digital dan tuntutan keberlanjutan. Perbankan nasional akan memainkan peran penting dalam pertumbuhan ekonomi, yang diperkirakan mencapai 5,2 persen, menempatkan Indonesia di jalur pemulihan setelah pandemi dan ketidakpastian geopolitik.
Fondasi Kuat dan Uang yang Besar
Proyeksi aset total yang akan mencapai Rp 12.000 triliun pada tahun 2025 menunjukkan ketahanan perbankan. Selain itu, CAR—atau rasio kecukupan modal—diproyeksikan tetap stabil di atas 20%, jauh melampaui batas minimum yang ditetapkan oleh undang-undang. Ini menunjukkan bahwa bank-bank besar memiliki kemampuan untuk mengatasi tekanan dari luar. Bahkan, sebagai hasil dari pemulihan ekonomi dan pengetatan regulasi, risiko kredit yang diukur dengan Non-Performing Loan (NPL) diperkirakan akan turun ke 2%.
Secara teoritis, bank masih melakukan peran intermediasi keuangan, menghubungkan penabung (surplus unit) dan peminjam (defisit unit). Selain itu, kredit difokuskan pada industri yang dianggap penting, seperti usaha kecil dan menengah (UMKM) dan investasi dalam energi hijau. Targetnya adalah kredit hijau mencapai 500 triliun rupiah, atau 10% dari total portofolio. Ini merupakan langkah penting menuju penerapan prinsip bank hijau (Beck et al.) untuk mendukung tujuan net-zero emisi pada tahun 2060.
Perkembangan Digital dan Inklusi Keuangan
Digitalisasi, gelombang inovasi Schumpeterian yang mengganggu, adalah tantangan terbesar dan peluang terbesar. Untuk bersaing dengan fintech dan melawan ancaman siber yang meningkat, bank dituntut untuk meningkatkan investasi teknologi hingga 5% dari pendapatan operasional.
Rencana peluncuran penuh Rupiah Digital pada tahun 2025, yang diharapkan akan meningkatkan transaksi harian mencapai 1 juta unit, merupakan faktor pendorong terbesar. Melakukan kerja sama ini dan menerapkan Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU PPSK) 2023 memiliki tujuan untuk meningkatkan inklusi keuangan hingga 90% orang dewasa.
Tantangan untuk Diatasi
Risiko sistemik masih ada (Acharya dan Richardson) meskipun fondasi kuat. Risiko eksternal dapat muncul sebagai akibat dari fluktuasi suku bunga global dan ketidakpastian geopolitik. Selain itu, jika tidak diatasi dengan cepat melalui adopsi AI dan blockchain, peningkatan risiko siber berpotensi menyebabkan kerugian besar.
Rekomendasi Penting
Beberapa tindakan harus segera diintensifkan untuk memastikan perbankan Indonesia tidak hanya stabil tetapi juga menjadi pemain utama di era digital dan berkelanjutan:
Investasi IT Wajib: Untuk membangun pertahanan siber yang tangguh, OJK dan BI harus memberikan insentif dan mewajibkan bank meningkatkan investasi IT hingga 5%.
Percepatan Rupiah Digital: Untuk meningkatkan efektivitas dan inklusi, peluncuran penuh dan perluasan jangkauan Rupiah Digital harus menjadi prioritas utama.
Kredit Hijau Berinsentif: Berikan subsidi bunga atau keringanan regulasi bagi bank yang secara aktif meningkatkan porsi kredit hijau hingga 10% dari portofolio mereka.