Krjogja.com Jakarta - Inspirasi dari dua kepala SD di Karo,Sumatera Utara ini,perlu menjadi contoh, karena pendidikan di Indonesia masih menghadapi sejumlah tantangan. Mulai dari rendahnya kompetensi guru, turunnya antusiasme siswa terhadap pembelajaran, sampai masih ditemukan masalah sarana fisik yang belum layak.
Guru dan tenaga kependidikan harus melakukan inovasi dan mencari solusi untuk mengatasi segala keterbatasan itu. Langkah itulah yang ditempuh dua kepala sekolah dari Kabupaten Karo, Sumatra Utara, Serma Ulipa Simbolon dan Viadya Stella Tololiu.
Saat pertama kali ditugaskan untuk memimpin SDN 040470 Linggajulu, Simpang Empat, Karo, setahun lalu, Serma kaget ketika melihat kondisi sekolah itu. Kondisinya sungguh memprihatinkan dan tidak terawat. Gedungnya kusam karena puluhan tahun tidak dicat. Pintu-pintu dan gemboknya rusak. Sarang lebah bahkan ditemukan di ruang kantor. Hal paling menyedihkan, tidak tersedia akses air bersih untuk keperluan di kamar mandi.
Baca Juga: Cadangan Devisa November 2024 Sebesar 150,2 Miliar Dolar AS
“Jadi kami BAB (buang air besar) menumpang di rumah warga atau ditahan sampai rumah. Anak-anak buang air kecil di mana-mana. Jadi kalau siang menguap bau tidak enak. Pembelajaran jadi kurang nyaman,” papar Serma, Jumat (29/11).
Bukan hanya itu, waktu itu, SDN Linggajulu juga menghadapi masalah krusial. Kompetensi guru-guru di sekolah itu rendah. Menurut Serma, kondisi ini terjadi di berbagai aspek, mulai dari kepribadian hingga kemampuan pedagogi. “Guru-guru mengajar secara konvensional, bahkan cenderung apatis,” ujarnya.
Akibatnya, warga sekitar enggan menyekolahkan anak-anaknya ke SDN Linggajulu. Mereka memilih sekolah di desa atau kecamatan lain yang lokasinya lebih jauh. Alhasil, siswa SDN Linggajulu hanya 90 anak untuk kelas 1-6.
Pada 2018, warga bahkan melakukan demontrasi karena sekolah itu tak kunjung meningkatkan kualitasnya.
“Masyarakat kurang beminat menyekolahkan anak mereka di sini karena mutu sekolah ini rendah dari dulu,” tutur Serma.
Baca Juga: INSW Dan SINSW Mengubah Kerja Dari Manual Ke Digital
Inovasi Sosial
Saat ditugaskan di sekolah ini, Serma pun mengidentifikasi segala persoalan ini. Menurutnya, faktor utama kondisi ini adalah faktor kepemimpinan. Ia pun mencetuskan inovasi sosial yang mengolaborasikan sekolah dan pihak desa. Misalnya, meski tidak ada akses air bersih, tidak jauh dari sekolah itu rupaya ada sumur bor.
“Kami pun melakukan pendekatan ke perangkat desa dan mengikuti Musrenbang (Musyawarah Perencanaan Pembangunan). Saya sampaikan aspirasi dan harapan bahwa sekolah ini milik Desa Linggajulu dan menjadi tempat pendidikan generasi masa depan dan anak-anak kita. Jadi kita kita harus bekerja sama untuk meningkatkan mutu sekolah,” tuturnya penuh semangat.
Paparan Serma rupanya menyentuh perangkat desa dan warga. Mereka bergotong royong menyumbangkan air sumur ke sekolah bahkan membuat saluran perpipaan.