UGM, STAIMI dan LKP Bu Nandang Akselerasi Eco-Pesantren LDII di Jawa Timur

Photo Author
- Minggu, 22 Desember 2024 | 13:55 WIB
Kepala Bidang Konservasi Lingkungan, Dinas Lingkungan Hidup Kab. Jombang Lilik Purwati, ST., MM. (kanan) bersama dosen UGM Ir. Atus Syahbudin, Ph.D. saat mengunjungi rumah magot Ponpes Gadingmangu. (istimewa)
Kepala Bidang Konservasi Lingkungan, Dinas Lingkungan Hidup Kab. Jombang Lilik Purwati, ST., MM. (kanan) bersama dosen UGM Ir. Atus Syahbudin, Ph.D. saat mengunjungi rumah magot Ponpes Gadingmangu. (istimewa)


Krjogja.com Nganjuk Perlindungan dan pelestarian ekosistem pondok pesantren (ponpes) terus diupayakan agar lingkungan hidup tetap terpelihara. Ponpes pun semakin bersih, hijau dan sehat, termasuk terhindar dari penyakit kudis (scabies).

Karena itu, UGM bersama dengan Sekolah Tinggi Agama Islam Minhaajurrosyidin (STAIMI) Jakarta dan Dinas Lingkungan Hidup berusaha mewujudkan Eco-Pesantren pada beberapa ponpes LDII di Provinsi Jawa Timur. Kegiatan ini berlangsung di Ponpes Wali Barokah Kediri, Ponpes Gadingmangu Jombang, dan Ponpes Kertosono Nganjuk, 20 November-19 Desember 2024.

Dosen UGM, Ir. Atus Syahbudin, S.Hut., M.Agr., Ph.D., IPU. mengutarakan bahwa program Eco-Pesantren ini ingin menyamakan basis pemahaman dan memberdayakan setiap warga pesantren guna pelestarian lingkungan hidup. Hal tersebut diwujudkan melalui pendidikan lingkungan berbasis agama Islam.

 

Baca Juga: Hari Ibu, Ini yang dilakukan Ibu-ibu di Karangjambe Banguntapan

Menurut inisiator Kyai Peduli Sampah ini, aktivitas sehari-hari di dalam ponpes didorong supaya dapat menumbuhkan dan meningkatkan kesadaran akan ramah lingkungan. Warga ponpes, seperti: dewan guru, mubaligh/mubalighoh, ustadz/ustadzah, santri dan komponen lainnya senantiasa bisa ramah lingkungan sehingga ekosistem dapat lestari serta tercipta Pola Hidup Bersih dan Sehat (PHBS).

Pada saat ini UGM bersama STAIMI Jakarta dan Lembaga Kursus dan Pelatihan (LKP) Bu Nandang Cilacap menyelenggarakan beberapa program, antara lain: sosialisasi mengenai Eco-Pesantren dan Program Kampung Iklim (ProKlim), pelatihan (ToT) pemanfaatan sampah organik dari sisa dapur ponpes dan dedaunan, serta kreasi pemanfaatan sampah plastik bagi kader lingkungan ponpes.

Hj. Erni Suhaina selaku pemilik LKP Bu Nandang mengharapkan, para kader dapat menguasai berbagai macam kreasi produk sampah plastik.
"Keputrian ponpes selanjutnya mampu memproduksi dan memasarkan hasilnya secara daring via market place. Kita juga punya showroom atau ruang workshop untuk menyajikan dan menjual karya-karya keputrian berbahan sampah anorganik," jelas peraih 3 rekor MURI ini.

Baca Juga: Hari Ibu, Ini yang dilakukan Ibu-ibu di Karangjambe Banguntapan


Sementara itu, Atus kembali menekankan agar lahan ponpes yang tersisa dioptimalkan untuk memproduksi sayur mayur, empon-empon dan buah-buahan. Setiap RT/RW di dekat ponpes dilatih pula agar memiliki 1-2 kader pengolahan sampah organik (kompos), rumah magot, serta menginisiasi bank sampah dan bila mampu mengadakan incenerator guna pengolahan sampah residu. Bagi sekretariat dan divisi media sosial juga dilatihkan pembuatan medsos terkait proklim serta pengenalan Sistem Registri Nasional (SRN) dan spektrum.


Sebagai langkah awal, survei ponpes beserta lingkungannya sudah dilakukan dalam rangka profiling dan mapping, termasuk penilaian terhadap perilaku santri dalam menjaga kebersihan dan pengelolaan sampah. "Edukasi menjadi prioritas utama. Para santri terus dibiasakan aksi nyata seperti menghemat air dan listrik, memilah sampah sesuai jenisnya, serta mengurangi penggunaan softex dengan handuk menstruasi, meminimalkan plastik dan kertas sekali pakai,” tambah Atus yang meraih gelar master dan doktoralnya di Jepang.


Fokus utama lainnya adalah memastikan setiap tempat sampah di lingkungan ponpes tersedia secara terpilah, minimal dua jenis yakni organik dan anorganik. Bank sampah ponpes pun mulai diwujudkan sebagai inovasi dari kelompok peduli sampah berbasis masjid yang selama ini sudah berjalan. Pemisahan sampah ini sangatlah penting untuk mencegah pencampuran yang dapat menghasilkan gas metana, merusak ozon, dan menimbulkan bau tidak sedap.

Baca Juga: IWAPI DPD DIY Rayakan Hari Ibu


Sementara itu, untuk limbah sampah organik dapat dijadikan Eco Enzim, pupuk cair, pupuk kompos, tricoderma, arang aktif, dan bakteri matahari.

"Air leri yang banyak terbuang dari dapur ponpes dan sersak daun bisa juga dibuat pupuk, ” jelas H. Hari Winarsa. Dosen matakuliah inovasi ini bersama 8 mahasiswa STAIMI baru saja meraih medali emas dalam kompetisi Quality Excellence Activity (QEA), Temu Karya Mutu dan Produktivitas Nasional (TKMPN) XXVIII 2024. Mereka menjuarai kompetisi di antara 635 tim inovasi terbaik yang berlangsung di Bali Nusa Dua Convention Center pada 2-6 Desember 2024.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Tomi Sujatmiko

Tags

Rekomendasi

Terkini

Lagi, Kilang Pertamina Luncurkan Produk Setara Euro 5

Minggu, 21 Desember 2025 | 15:00 WIB

GKR Hemas Dukung Ulama Perempuan di Halaqoh KUPI

Rabu, 17 Desember 2025 | 22:20 WIB

1.394 KK Ikut Penempatan Transmigrasi Nasional 2025

Rabu, 17 Desember 2025 | 10:30 WIB

Airlangga Hartarto Usulkan 29, 30, 31 Desember WFA

Rabu, 17 Desember 2025 | 05:56 WIB
X