Menteri PPPA mengajak semua pihak untuk bersinergi mewujudkan ruang yang aman, inklusif, serta mendukung pemberdayaan perempuan dan anak karena upaya melindungi perempuan dan anak Indonesia adalah tanggung jawab bersama.
Dalam kesempatan yang sama, Komisioner Komnas Perempuan, Alimatul Qibtiyah menekankan pentingnya kesadaran civitas akademika terhadap isu ketidakadilan gender dan kekerasan seksual. Menurut laporan Catatan Tahunan (CATAHU) Komnas Perempuan, lebih dari 2,5 juta kasus kekerasan berbasis gender terjadi dalam 21 tahun terakhir. Kekerasan terhadap perempuan di ranah personal, seperti Kekerasan terhadap Istri dan Kekerasan dalam Pacaran, mencatat angka tertinggi. Sementara itu, kekerasan di ranah publik, termasuk di lingkungan kampus, juga menjadi perhatian serius.
“Kekerasan seksual adalah fenomena yang kerap tidak terlaporkan dengan baik karena adanya budaya menyalahkan korban atau stigma sosial yang melingkupinya. Lingkungan kampus harus mengambil peran aktif dalam mencegah dan setiap individu berhak hidup bebas dari ancaman, diskriminasi, dan kekerasan. Kampus harus menjadi ruang aman yang mempromosikan kesetaraan gender dan menghormati keberagaman,” ujar Alimatul.
Berdasarkan data yang diperoleh dari Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (SIMFONI PPA), sepanjang Januari hingga Oktober 2024 telah terjadi 1.626 kasus kekerasan seksual terhadap perempuan dewasa. Data ini menunjukkan adanya peningkatan kasus sejak tahun 2020.
Selain itu, hasil Survei Pengalaman Hidup Perempuan Nasional (SPHPN) 2024 menyatakan bahwa 1 dari 4 perempuan mengalami kekerasan fisik dan/atau seksual sepanjang hidupnya.
Kemen PPPA memiliki hotline Sahabat Perempuan dan Anak (SAPA) 129 yang bisa dijangkau masyarakat yang melihat tindak kekerasan yang menimpa perempuan dan anak dengan melapor melalui Whatsapp 08-111-129-129. (*)