'Kawan Mekar' Menyemai Harapan Indonesia Emas dari Akar Rumput

Photo Author
- Senin, 9 Juni 2025 | 17:00 WIB
Elizabeth Runtu (tengah) pendiri 'Kawan Mekar' (Istimewa)
Elizabeth Runtu (tengah) pendiri 'Kawan Mekar' (Istimewa)

Krjogja.com - JAKARTA - Di sebuah ruangan sederhana, puluhan pemuda duduk melingkar, menyimak pelatihan tentang etos kerja dan integritas. Tidak ada proyektor mewah, tidak ada pendingin udara. Tapi ada yang jauh lebih penting: semangat untuk tumbuh.

Mereka adalah bagian dari Kawan Mekar, komunitas yang lahir dari keresahan sekaligus harapan seorang perempuan berdarah campuran Tionghoa-Fujian dan Minahasa, Elizabeth Runtu yang akrab disapa Liza.

Baca Juga: Petugas Berjibaku Bantu Jemaah Haji, Tidak Terkecuali Irjen Kemenag Gendong Jemaah

Di balik senyumnya yang tenang, Liza menyimpan bara api perjuangan yang diwarisi dari sang kakek, seorang imigran asal Fujian yang menjadi anggota Angkatan Laut Indonesia.

Liza tidak sedang bicara soal mimpi kosong. Ia melihat langsung lemahnya etos kerja dan kurangnya kejujuran di berbagai lapisan masyarakat. “Banyak anak muda kita pintar, tapi tak tahu arah. Atau punya niat, tapi tak punya akses,” ujarnya.

Melalui Kawan Mekar, Liza ingin menjembatani kesenjangan itu. Ia membuka pelatihan keterampilan kerja dan soft skills yang dibalut dengan nilai kejujuran dan etika. Tak hanya itu, komunitas ini juga menggandeng Universitas Terbuka untuk menyediakan beasiswa bagi peserta berprestasi namun kurang mampu.

Baca Juga: Pengaruhi Pertumbuhan Ekonomi, Efisiensi Anggaran Perlu Diimbangi Mitigasi Resiko Pelaku Ekonomi

Menjawab Tantangan Indonesia Emas 2045
Gerakan ini bukan sekadar amal atau CSR. Ini adalah upaya sistematis untuk menyumbang pada visi besar Indonesia Emas 2045. Elizabeth menyebutnya “pertanian karakter”—menanam nilai-nilai yang bisa bertahan dan tumbuh bersama anak bangsa.

“Kalau kita ingin generasi 2045 bisa memimpin dunia, kita harus mulai dari dasar: disiplin, jujur, dan kerja keras,” tegasnya. Dalam Kawan Mekar, kata ‘mekar’ bukan hanya simbol pertumbuhan, tapi juga metafora tentang bangsa yang sedang menjemput takdirnya.

Menggugah, Bukan Menggurui
Yang membedakan Kawan Mekar dari program sejenis adalah pendekatannya yang partisipatif dan humanis. Elizabeth menghindari pola top-down. “Kami belajar bersama, bukan mengajari. Karena perubahan harus tumbuh dari dalam, bukan dipaksa dari luar,” katanya.

Kini, komunitas ini telah menjangkau ratusan anak muda dari berbagai kota di Indonesia. Beberapa di antaranya sudah melanjutkan kuliah, bekerja di sektor formal, bahkan membuka usaha sendiri.

Bukan Gerakan Sementara
Dalam era digital yang serba instan, banyak gerakan sosial muncul lalu hilang. Tapi Kawan Mekar menempatkan dirinya sebagai fondasi jangka panjang. “Kami bukan proyek, kami proses,” ucap Liza, mantap.

Dengan segala tantangan yang dihadapi—dari pendanaan hingga stigma sosial—Kawan Mekar tetap melaju. Karena, seperti yang Elizabeth percaya, perubahan sejati tak pernah lahir dari kenyamanan.

Di tengah arus deras pragmatisme dan krisis integritas, Kawan Mekar berdiri sebagai pengingat bahwa bangsa besar dibangun dari nilai-nilai sederhana yang ditanam dengan cinta dan keyakinan.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Ary B Prass

Tags

Rekomendasi

Terkini

Lagi, Kilang Pertamina Luncurkan Produk Setara Euro 5

Minggu, 21 Desember 2025 | 15:00 WIB

GKR Hemas Dukung Ulama Perempuan di Halaqoh KUPI

Rabu, 17 Desember 2025 | 22:20 WIB

1.394 KK Ikut Penempatan Transmigrasi Nasional 2025

Rabu, 17 Desember 2025 | 10:30 WIB

Airlangga Hartarto Usulkan 29, 30, 31 Desember WFA

Rabu, 17 Desember 2025 | 05:56 WIB
X