Dalam kesempatan itu Dato Sri Hajah Fatimah Abdullah juga menekankan komitmen Kerajaan Sarawak dalam memastikan hak pendidikan bagi semua anak, termasuk anak-anak dari keluarga pekerja asing yang tinggal di ladang-ladang.
“Kami datang untuk belajar dan melakukan benchmarking berbagai praktik terbaik yang telah diterapkan oleh Kemen PPPA, khususnya dalam memperkuat kualitas hidup perempuan dan anak. Di Sarawak, meskipun secara undang-undang pekerja asing tidak diperbolehkan membawa anak-anak mereka, kenyataannya sulit dihindari. Oleh karena itu, dengan kebijakan yang bijak antara pemerintah, kami mendirikan Community Learning Center untuk memenuhi hak dasar anak terhadap pendidikan,” ujar Dato Fatimah.
Dato Fatimah menjelaskan Pemerintah Sarawak memiliki fokus besar pada pembangunan sosial yang inklusif dan berkelanjutan, terutama pasca pandemi COVID-19. Dalam hal perlindungan perempuan dan anak, Sarawak memiliki Majlis Wanita dan Keluarga yang memberikan layanan perlindungan, pembelaan, dan pendampingan hukum terhadap korban kekerasan. Selain itu, strategi pengentasan kemiskinan juga difokuskan pada pelatihan vokasional bagi remaja dan pemberian akses keuangan bagi perempuan untuk naik kelas secara ekonomi.
Baca Juga: Menko Pangan Zulhas Ikut Urus Sampah, Regulasi Berbelit Perlu Dipangkas
“Kami berkomitmen menangani isu kemiskinan, kekerasan terhadap perempuan dan anak, hingga persoalan identitas kewarganegaraan anak-anak akibat pernikahan tidak tercatat. Tahun 2026 nanti, seluruh warga Sarawak akan mendapatkan pendidikan gratis, termasuk pelatihan kejuruan dan modal usaha bagi perempuan. Dari pertemuan ini, saya sangat tertarik bagaimana Indonesia memajukan kesetaraan gender di bidang politik. Ini menjadi inspirasi kami untuk memperkuat peran perempuan di berbagai sektor kehidupan,” tutup Dato Fatimah.(ati)