KRJOGJA.com — Jakarta — Aroma kopi hangat menyambut pengunjung di halaman Auditorium HM Rasjidi, Kementerian Agama, Jakarta Pusat, Jumat (4/7/2025) petang. Di sudut area, dua barista muda menyeduh kopi dengan teliti dan sepenuh hati. Keduanya penyandang disabilitas, namun penuh percaya diri di balik meja kecil bertuliskan Café Difabis, hasil binaan BAZNAS BAZIS DKI Jakarta.
Salah satu dari mereka adalah Rabiatin, akrab disapa Atin. Ia menyapa setiap tamu dengan senyum, anggukan, dan bahasa isyarat. Tangannya yang pernah diremehkan dunia karena tuna daksa, kini menyuguhkan cita rasa dan pesan keberdayaan.
“Kami ingin mengubah cara pandang masyarakat bahwa 10 Muharam bukan cuma soal santunan, tapi bagaimana memperlakukan anak yatim dan disabilitas sebagai tamu kehormatan,” ujar Atin kepada wartawan.
Baca Juga: Bellingham Bersaudara Gagal Bertemu di Perempat Final
Hari Asyura yang Inklusif dan Penuh Makna
Tanggal 10 Muharam 1447 Hijriah atau hari Asyura tahun ini terasa berbeda. Kementerian Agama menyulap momen yang kerap identik dengan duka menjadi ruang inklusif bagi 550 anak yatim dan penyandang disabilitas. Mereka hadir bukan sebagai objek belas kasih, melainkan sebagai subjek utama dalam perayaan bertema “Satu Kesetaraan, Sejuta Harapan, Meraih Kebahagiaan.”
Tak ada panggung yang terlalu tinggi, tak ada batasan ruang untuk mengekspresikan diri. Anak-anak bebas berlari, tertawa, menyanyi, hingga melantunkan ayat-ayat Al-Qur’an. Suasana hangat memuncak ketika penyanyi muda jebolan Indonesian Idol, Rara Sudirman, tampil membawakan lagu “Takkan Berpaling Dari-Mu.” Ia kemudian mengajak tiga anak bernyanyi bersama dalam lagu “Selalu Ada di Nadimu”, soundtrack film Jumbo. Gemuruh tepuk tangan pun menyelimuti ruangan.
Dari Angklung hingga Teater Harapan
Rangkaian pertunjukan berlanjut dengan dentingan angklung dari santriwati Pesantren Tahfiz Difabel. Alunan musik berpadu dengan harmoni semangat dan keberanian. Teater Syahid dari UIN Jakarta turut tampil membawakan lakon bertema harapan dan kemanusiaan, mengajak hadirin merenungi makna kesetaraan yang sesungguhnya.
Baca Juga: Diduga Lakukan Kekerasan Fisik kepada Driver Ojol, Massa Kepung Rumah Pelanggan
Seni perkusi dari anak-anak yatim binaan LAZ Rumah Zakat menjadi suguhan unik berikutnya. Dengan ember, botol, dan kaleng bekas, mereka menciptakan irama yang memukau. Ketukan sederhana itu membawa pesan: kreativitas tak mengenal keterbatasan.
Penampilan ditutup oleh kelompok tuli yang membawakan tari Saman. Meski tak mendengar irama, gerakan mereka kompak dan penuh semangat. Mengandalkan getaran dan isyarat visual, mereka menyatu dalam ritme yang tak kasat suara, namun terasa dalam hati. Tarian ini bukan hanya penutup, melainkan puncak pesan bahwa seni dapat menjembatani perbedaan, dan kesetaraan adalah bahasa yang dipahami oleh semua jiwa.
Tepuk tangan membuncah ketika Menteri Agama, Nasaruddin Umar, naik ke atas panggung. Ia menyalami para anak yatim dan difabel satu per satu, menunduk hormat, dan tersenyum hangat — momen langka yang memecah formalitas seremoni dan menyisakan keharuan mendalam.
Baca Juga: Punya 3 Cabang, AgenBRILink Ini Sukses Bantu Petani Dapatkan Akses Layanan Keuangan
Tawa yang Menyatukan