Di ruang belajar itu, Irfan, siswa kelas 12, tampak tersenyum cerah di depan layar IFP. Ia mengaku senang belajar dengan media digital karena tampilannya penuh warna dan suaranya jernih. “Saya paling suka pelajaran matematika, lebih seru dan nggak bosen,” katanya polos. Ketika ditanya apa yang ingin disampaikan, Irfan menjawab lugas, “Terima kasih untuk Pak Menteri dan Presiden.” Dengan cita-cita menjadi pengusaha sembako, ia sempat bercanda, “Biar bisa beli beras sendiri.” Canda yang sederhana, tapi penuh makna: ia ingin mandiri.
Transformasi di SLBN Trituna Subang bukan sekadar cerita tentang bangunan yang diperbaiki, tetapi tentang anak-anak yang kembali percaya diri dan guru-guru yang terus berinovasi.
Sekolah ini menjadi contoh nyata bagaimana teknologi, empati, dan kolaborasi bisa bersatu menciptakan pendidikan yang inklusif dan bermartabat. Sebuah bukti bahwa setiap anak, apa pun kondisinya, berhak mendapatkan kesempatan terbaik untuk tumbuh dan bermimpi.(ati)