Tahun 2026, Pemerintah Tingkatkan Daya Beli Kelompok Kelas Menengah

Photo Author
- Minggu, 16 November 2025 | 07:02 WIB
Direktur Eksekutif Gabungan Perusahaan Farmasi Indonesia (GPFI) Elfiano Rizaldi dalam acara seminar Peran Strategis GPFI dalam Menegaskan Prinsip 4K untuk Menunjang Kesehatan Nasional, di Jaka (Istimewa )
Direktur Eksekutif Gabungan Perusahaan Farmasi Indonesia (GPFI) Elfiano Rizaldi dalam acara seminar Peran Strategis GPFI dalam Menegaskan Prinsip 4K untuk Menunjang Kesehatan Nasional, di Jaka (Istimewa )

 

 Program JKN yang berbasis prinsip gotong royong ini menjadi salah satu sistem kesehatan terbesar di dunia, dengan pembiayaan yang melibatkan pemerintah, perusahaan pemberi kerja, dan peserta mandiri. Keberhasilan JKN menjadikan biaya layanan kesehatan di Indonesia termasuk yang paling efisien di kawasan ASEAN dan GPFI turut berperan aktif dalam menjaga efisiensi tersebut melalui penyediaan obat berkualitas dan terjangkau. 

“Murahnya harga obat di Indonesia bukan berarti kualitasnya menurun, melainkan hasil dari efisiensi produksi, dukungan JKN, dan sinergi gotong royong seluruh pelaku industri farmasi,” ujarnya.

Sementara industri farmasi juga berkontribusi besar terhadap perekonomian Indonesia. Pada tahun 2024, kontribusi ekonomi industri farmasi mencapai sekitar Rp 143 triliun, dengan efek berganda terhadap berbagai sektor terkait seperti bahan baku, kemasan, laboratorium, serta tenaga kerja manufaktur. 

Baca Juga: Sambut HUT ke 64, Bank BPD DIY Gelar Doa Bersama

“Target kami adalah mencapai pertumbuhan lebih dari 8 persen agar industri farmasi menjadi penggerak ekonomi dan sejalan dengan visi Presiden Prabowo menuju Indonesia Emas 2045. Karena dukungan kebijakan pemerintah diperlukan untuk menjaga keseimbangan antara keterjangkauan harga obat dan keberlanjutan industri,” tegasnya.

Dipaparkan, berbagai kebijakan oleh Kementerian Kesehatan dan BPOM telah mendukung kemajuan industri farmasi nasional. 

Mulai dari penerbitan Suplemen III Farmakope Indonesia VI yang memudahkan implementasi standar mutu, penyempurnaan e-Katalog versi VI untuk memastikan hanya obat sesuai spesifikasi yang ditampilkan, hingga regulasi KMK No. 972/2025 yang membuka akses distribusi obat OTC di modern outlet. 

Baca Juga: Prediksi dan Head to Head PSS Sleman vs Persiku Kudus di Liga 2 Championship Pegadaian Pekan ke-11

Dukungan lain seperti program JFI, serta pendampingan teknis BPOM dalam penyusunan pedoman FI VI menjadi bukti nyata sinergi Kementerian Kesehatan dan BPOM, dalam menciptakan regulasi yang efisien, inovatif, dan berpihak pada masyarakat.

Meski capaian industri farmasi nasional sangat baik, GPFI mencatat masih ada sejumlah tantangan yang perlu diatasi bersama. Harga obat yang terlalu rendah dapat menekan keberlangsungan industri farmasi. “Jika tekanan harga terus berlanjut tanpa adanya kebijakan yang seimbang, keberlanjutan industri nasional bisa terganggu,” ujar Elfiano.

GPFI mengajukan empat langkah kebijakan konkret untuk memperkuat sektor farmasi nasional. Pertama, dilakukan kajian harga obat agar manfaat bisa langsung dirasakan pasien. Kedua, BPOM perlu membuka jalur cepat (fast track) untuk perubahan izin edar obat ketika bahan baku mengalami penyesuaian akibat dinamika pasokan global. Ketiga, GPFI mendorong keberlanjutan program SatuSehat sebagai sistem informasi digital terintegrasi untuk memantau ketersediaan obat secara real-time. Keempat, GPFI mengusulkan agar pasien rumah sakit dapat menebus resep rawat jalan di apotek, guna menciptakan harga yang lebih kompetitif serta memberdayakan ekonomi lokal. 

Baca Juga: Program Kosabangsa Universitas AKPRIND Indonesia dan STIPRAM Yogyakarta di Kulonprogo, Serahkan 13 Teknologi Tepat Guna

“Ke depan, GPFI berharap kebijakan pemerintah dapat semakin berpihak pada penguatan industri dalam negeri dengan menciptakan iklim yang kondusif bagi investasi, transfer teknologi, serta pengembangan tenaga ahli farmasi nasional. Keseimbangan antara empat pilar utama ketersediaan, keterjangkauan, kualitas, dan kemandirian harus terus dijaga melalui koordinasi dan kolaborasi berkelanjutan antara pemerintah khususnya Kementerian Kesehatan, BPOM, Kementerian Perindustrian dan pelaku industri,” ujar Elfiano.

Sementara itu, Prof. Dr. apt. Yusi Anggraini, M.Kes, Co-Principal Investigator mengatakan, kualitas obat generik nasional telah terbukti setara dengan obat bermerek, sebagaimana dibuktikan melalui hasil penelitian kolaboratif Fakultas Farmasi Universitas Pancasila, Imperial College London, dan Erasmus University Rotterdam. Dari 1.274 sampel obat yang diteliti, hampir seluruhnya memenuhi standar mutu farmakope internasional. 

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Tomi Sujatmiko

Tags

Rekomendasi

Terkini

Lagi, Kilang Pertamina Luncurkan Produk Setara Euro 5

Minggu, 21 Desember 2025 | 15:00 WIB

GKR Hemas Dukung Ulama Perempuan di Halaqoh KUPI

Rabu, 17 Desember 2025 | 22:20 WIB

1.394 KK Ikut Penempatan Transmigrasi Nasional 2025

Rabu, 17 Desember 2025 | 10:30 WIB

Airlangga Hartarto Usulkan 29, 30, 31 Desember WFA

Rabu, 17 Desember 2025 | 05:56 WIB
X