Saat menghadiri peringatan Hari Disabilitas Internasional di Tangerang Selatan pada 10 Desember 2025, Menag kembali menegaskan pentingnya memperkuat layanan pendidikan inklusif. Ia menyebut karya dan kreativitas anak-anak difabel merupakan bukti bahwa keterbatasan fisik tidak menghalangi kemampuan intelektual dan daya cipta mereka.
“Kita menyaksikan betapa hebatnya anak-anak itu mampu menciptakan banyak hal yang di luar akal sehat kita. Tapi itu kenyataan,” kata Nasaruddin di UIN Jakarta.
Kementerian Agama, lanjutnya, telah mengembangkan sekolah-sekolah ramah difabel yang dilengkapi fasilitas lengkap: bangunan aksesibel, toilet dan mushala yang dirancang khusus, dapur untuk kebutuhan pembelajaran vokasional, serta perangkat pendidikan yang mendukung kebutuhan masing-masing peserta didik.
Baca Juga: 500 Ton Lebih Bantuan dari #TemanJNE untuk Korban Bencana Sumatera Berhasil Didistribusikan
Perhatian itu juga diberikan kepada para orang tua. Menag menilai bahwa di balik anak difabel yang berkembang dengan baik, selalu ada orang tua yang penuh kesabaran. “Karena itu mereka juga patut mendapatkan apresiasi,” tambahnya.
Aksesibilitas Harus Dipikirkan Sejak Perencanaan
Selain sektor pendidikan, layanan transportasi antar-jemput bagi siswa difabel juga menjadi perhatian Kemenag. Nasaruddin menegaskan, negara tidak boleh membiarkan diskriminasi layanan publik dalam bentuk apa pun, termasuk dalam mobilitas harian anak-anak difabel.
Ia mengajak seluruh lapisan masyarakat, terutama pengelola fasilitas publik, untuk menaruh perhatian lebih pada detail kecil yang menentukan kenyamanan para penyandang disabilitas—mulai dari ram akses kursi roda, jalur pemandu tunanetra, toilet khusus, hingga akses menuju ruang ibadah dan perpustakaan.
Baca Juga: Pesona Indonesia pada Bazar Amal di Bucharest
Menag juga menekankan pentingnya perpustakaan braille atau sarana penunjang lain yang memungkinkan anak-anak difabel belajar secara mandiri.
“Kalau ingin membuat Tuhan tersenyum, buatlah kelompok difabel itu tersenyum. Kalau ingin melihat Tuhan cemberut, buatlah mereka tersiksa,” pesan Menag, menutup imbauannya.
Dengan serangkaian pernyataan tegas itu, Kementerian Agama berharap gerakan inklusi tidak berhenti pada seremoni peringatan, tetapi menjadi standar baru dalam pembangunan fasilitas publik di Indonesia—bahwa setiap bangunan harus dapat digunakan oleh semua warga negara, tanpa kecuali.(ati)