Ia berharap generasi muda dapat terus menjadi agen perdamaian, ikut menjaga ruang digital, dan berkolaborasi dengan berbagai pihak untuk memastikan keamanan NKRI.
Dalam pemaparannya, Ridlwan juga menyinggung meningkatnya ketidakstabilan geopolitik dunia: mulai dari perang Ukraina dan Rusia, eskalasi Palestina, Israel, Lebanon, Iran, konflik China Taiwan, hingga memanasnya India dan Pakistan. Kondisi global yang “uncertain, chaotic, and volatile” ini menurutnya akan berdampak langsung pada situasi keamanan Indonesia.
Ancaman bagi tanah air meliputi potensi sengketa di Laut Natuna, meningkatnya serangan siber, konflik komunal, melemahnya kerjasama keamanan ASEAN, hingga risiko radikalisasi akibat dinamika Gaza.
Di sisi lain, ia mengungkap temuan mengenai menurunnya jangkauan media Islam moderat di ruang digital yang kini kalah oleh media beraliran keras, sehingga makin memperbesar ruang propaganda ekstrem.
Ridlwan menegaskan bahwa Indonesia membutuhkan intelijen yang kuat, ketahanan informasi yang solid, dan literasi digital yang lebih merata agar masyarakat tidak mudah terpapar hoaks maupun ideologi ekstrem.
“Ancaman semakin kompleks. Kita harus memperkuat benteng digital dan sosial kita,” pungkasnya.(*)