DENGAN berat hati kami mengambil keputusan untuk meminta Beruk tidak meneruskan uraiannya tentang Sultan Panatagama. Sudah diserahkan kepada saya tujuh (7) Seri tema itu. Tetapi demi menjaga persatuan dan kesatuan, demi kemashlahatan umum dan menjaga stabilitas politik, sosial maupun budaya masyarakat, dengan berat hati kami memutuskan bahwa publik tidak perlu mengetahui itu semua.
"Kita sendiri pernah mendengar petuah para pinisepuh dan menyetujui, Ruk," kata Gendhon.
"Yang mana itu, Ndhon?" tanya Beruk.
"Bahwa kebenaran tidak selalu harus untuk diungkapkan. Kebenaran itu utamanya untuk bahan pertimbangan. Diungkapkan atau tidak, harus diperhitungkan akan menimbulkan kemashlatan ataukah kemudaratan, kebaikan ataukah keburukan, kemajuan ataukah kemunduran..."
"O yang itu. Bahwa sebenar apapun sesuatu yang kita ketahui, bahkan sebaik apapun, tetapi akan dipublikkan atau tidak, harus didasarkan pada kawicaksanan..."
"Kan kamu sendiri yang dulu membawa bacaan kearifan lokal itu."
"Ada kebenaran yang wajib diketahui. Ada kebenaran yang sebaiknya diketahui. Ada kebenaran yang tidak masalah diketahui atau tidak. Ada kebenaran yang seyogianya tidak usah diketahui. Dan ada kebenaran yang sama sekali jangan sampai diketahui."
"Masalahnya," tiba-tiba Pèncèng menyela. Kalau melihat model karakter dan kebiasaan perilakunya, pasti ia tidak setuju kepada penghentian paparan tentang Menjelang Sultan Panatagama, "kalau ada suatu fakta yang atmosfer dan energinya mengepung masyarakat, bagaimana orang bisa tahu dan ambil keputusan: itu tergolong kategori yang mana di antara lima fenomena kebenaran yang kamu jelentrèh-kan tadi..."