Krjogja.com Jakarta - Merespons isu #KaburDuluAja, terutama yang merebak di kalangan berpendidikan tinggi, Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Mendiktisaintek) Brian Yuliarto mengatakan hal ini merupakan suara masyarakat yang menjadi masukan bagi pihaknya.
"Dan itu juga tentu menjadi masukan bagi kami. Sehingga kalau kita lihat ya, memang iklim kita memang harus terus kita perbaiki" Ujar Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Mendiktisaintek) Brian Yuliarto kepada wartawan, dalam acara "Ngopi Bareng dan Iftar Bersama Jurnalis di Kemdiktisaintek Jakarta, Jumat (7/3/2025) petang.
Pembahasan #KaburAjaDulu masih bergulir sejak mencuat dan trending di berbagai platform media sosial lebih dari satu bulan terakhir. Keinginan untuk meninggalkan Indonesia untuk studi maupun bekerja di luar negeri ini dilatari beragam isu, mulai dari biaya kuliah mahal, lapangan pekerjaan minim, upah rendah, kebijakan pemerintah lainnya, dan kondisi di Tanah Air.
Baca Juga: Ada Tiga Syarat Agar Danantara Bisa Dipercaya, Salah Satunya Hukuman Mati untuk Koruptor
Hasil survei YouGov Indonesia 24-27 Februari 2025 menunjukkan 41 persen Generasi Z Indonesia mempertimbangkan kemungkinan pindah ke luar negeri dalam beberapa tahun ke depan. Angka ini disusul kelompok warga berusia lebih tua, seperti Millennial (31 persen), Gen X (26 persen), dan Baby Boomers (12 persen).
Data survei menunjukkan mahasiswa dan akademisi ingin pindah ke luar negeri untuk kuliah (51 persen), sedangkan profesional muda ingin pindah untuk memulai bisnis atau berkarier global di luar negeri (39 persen). Temuan ini mengindikasikan faktor ekonomi dan perluasan peluang usaha dalam keinginan warga usia produktif untuk #KaburDuluAja."Dari sisi iklim, atmosfer kerja, dan sebagainya," Ujar Mendiktisaintek.
Mendiktisaintek Brian mengakui dirinya pernah berkarier di Jepang sebagai peneliti postdoctoral Advanced Industrial Science and Technology (AIST) pada 2005-2006.
Baca Juga: Kakanwil Kemenag DIY Apresiasi Buku Sutanto, Guru yang Menginspirasi Lewat Literasi
Kembali ke Indonesia, ia pun bertugas sebagai Kepala Pusat Penelitian Nanosains dan Nanoteknologi Institut Teknologi Bandung (ITB) pada 2018-2020, serta sebagai Visiting Professor di University Tsukuba Jepang sejak 2021.
"Jadi, kalau saya melihat konteks, itu kan feedback, sebuah feedback dari masyarakat, itu sebagai sesuatu yang kita perlu melihat, sebagai apa yang ada, yang harus dievaluasi," ucapnya.
Pendorongan pembangunan industri di Indonesia memungkinkan RI tidak lagi jadi negara produsen alih-alih tetap menjadi negara konsumen. Pembangunan industri dapat turut memotivasi anak muda untuk berkarya dan bekerja di dalam negeri.
Baca Juga: Bupati dan Wabup Klaten Beri Bingkisan pada Penjaga Palang KA
Dalam kesempatan yang sama Wakil Menteri (Wamen) Diktisaintek Stella Christie menyorot terbitnya brain circulation setelah brain drain dengan pindahnya tenaga kerja berketerampilan tinggi ke luar negeri.
Brain drain adalah fenomena mahasiswa berpendidikan tinggi dan profesional pindah permanen dari negara asalnya, seperti dijelaskan peneliti Gi-Wook Shin dan Rennie Moon, dilansir dari laman Walter H Shorenstein Asia-Pacific Research Center, Freeman Spogli Institute, Stanford University.
Di AS, brain drain antara lain dialami lulusan program doktor sains dan teknik. Fenomena ini memicu isu di negara asal yang ditinggalkan. Kendati demikian, penelitian Shin dan Moon menunjukkan brain drain nantinya juga akan bermanfaat bagi negara asal.