Krjogja.com - JAKARTA - Indonesia masih menghadapi tantangan besar dalam penanggulangan kanker, dengan lebih dari 60 persen kasus baru terdiagnosis pada stadium lanjut.
Rendahnya kesadaran masyarakat dan keterlambatan dalam sistem rujukan menjadi penyebab utama. Oleh karena itu diperlukan tambahan teknologi AI untuk mempercepat diagnosis kanker di Indonesia.
Baca Juga: Ditinggal Pergi Pemiliknya Dua Rumah Terbakar di Lokasi Yang Berbeda
Ha tersebut dikatakan CEO MRCCC Siloam Hospitals Semanggi, dr. Edy Gunawan, MARS., dalam acara The 5th Siloam Oncology Summit (SOS) 2025 di Jakarta, Sabtu (17/5/2025)
"SOS 2025 merupakan ruang belajar dan bertumbuh bersama bagi ekosistem kesehatan global, khususnya penanganan kanker. Kami percaya bahwa perkembangan penanganan kanker hanya dapat dicapai melalui kolaborasi. Setiap profesi memiliki peran penting yang unik. Melalui SOS 2025, kami berharap dapat menyatukan keahlian dan memperkuat jejaring, untuk mengembangkan inovasi penanganan pasien menjadi lebih baik dan optimal,” ujar Edy.
Tema tahun ini selaras dengan kampanye global Union for International Cancer Control (UICC) 2025–2027, yang menekankan pentingnya pendekatan personal dalam terapi kanker. Setiap pasien dinilai membutuhkan penanganan yang sesuai dengan kondisi unik masing-masing," ungkap dr. Edy.
Baca Juga: Apel Besar Pertama di Indonesia, Bamuskal Bukan Oposisi Pemerintah Kalurahan
Indonesia masih menghadapi tantangan besar dalam penanggulangan kanker, dengan lebih dari 60 persen kasus baru terdiagnosis pada stadium lanjut. Rendahnya kesadaran masyarakat dan keterlambatan dalam sistem rujukan menjadi penyebab utama.
Melalui pertemuan ini, diharapkan lahir kolaborasi lintas sektor untuk mempercepat diagnosis dan meningkatkan kualitas layanan kanker, sekaligus memperkuat jejaring edukasi bagi masyarakat dan tenaga medis di berbagai tingkat layanan kesehatan.
Pendekatan Multidisiplin
Edy juga menegaskan dalam perawatan kanker mutlak diperlukan. Sejumlah bukti telah menunjukkan peningkatan kondisi yang signifikan pada pasien yang mendapatkan intervensi dari tim multidisiplin. Meski begitu, pendekatan tersebut belum bisa optimal diterapkan di Indonesia karena keterbatasan sumber daya manusia atau SDM.
Edy mengatakan, pendekatan dengan tim multidisiplin merupakan langkah yang tepat dalam transformasi perawatan kanker. Kondisi klinis pasien telah terbukti jauh lebih baik dengan pendekatan multidisiplin.
Ia menyebutkan, pendekatan multidisiplin membuat penentuan stadium pada pasien kanker menjadi lebih baik pada 20-60 persen pasien. Pendekatan ini juga membuat penentuan patologi atau perjalanan penyakit kanker menjadi lebih akurat hingga 35 persen dibandingkan tanpa pendekatan multidisiplin.
Sorotan utama dalam summit ini adalah sesi plenary yang akan berlangsung pada 17–18 Mei 2025, dengan menghadirkan para pakar onkologi terkemuka dunia. Beberapa di antaranya adalah Prof. Dr. Deborah A. Kuban dan Lauren Brown Thomas dari MD Anderson Cancer Center, serta Prof. David Currow dari University of Wollongong, Australia.