nasional

Sultan Hamengku Buwono X Ada Tiga Yang Harus Diteladani Dari Pangeran Diponegoro

Sabtu, 26 Juli 2025 | 12:27 WIB
Sultan saat sampaikan pernyataan pada media (Harminanto)

 

KRJOGJA.COM JAKARTA — Gubernur DI Yogyakarta Sri Hamengku Buwono X mengatakan, dalam peringatan 200 tahun Perang Jawa atau yang lebih dikenal Perang Diponegoro mengandung pesan penting.

Ada tiga yang harus diteladani dari semangat Perang Diponegoro yakni pertama, dari sisi kepemimpinan. K kita membutuhkan pemimpin-pemimpin yang meneladani integritas Pangeran Diponegoro. Pemimpin yang sabar dan hati-hati namun tegas dalam prinsip, sebagaimana nasihat Serat Wulangreh.

Pemimpin yang tak silau oleh kekuasaan atau kemewahan, melainkan rela berkorban demi rakyat dan kebenaran. Spiritualitas dan jiwa disiplin Diponegoro, mengendalikan diri dari sifat angkara murka, adalah contoh nyata etika kepemimpinan yang harus kita junjung.

Dalam konteks modern, ini berarti pemimpin yang bebas dari korupsi, berpihak kepada rakyat kecil, dan berani berkata benar di hadapan ketidakadilan.

Baca Juga: Jangan Sampai Ketinggalan, Sutradara Oldboy Kembali Dengan Teaser Baru!

“Semangat Hamêngku Nagârâ, Hamangku Bumi, Hamêngku Buwânâ juga tetap relevan: para pemimpin kita harus mampu menjaga negara (kedaulatan dan keadilan sosial), sekaligus merawat alam dan lingkungan hidup, serta menghormati tatanan dunia yang damai,” kata Gubernur DI Yogyakarta Sri Hamengku Buwono X, dalam acara pidato kebudayaan, pada Gelar Wicara “Demi Martabat Bangsa” yang merupakan rangkaian 200 tahun Perang Jawa, di Jakarta, Jumat (25/7).

Kedua, dari sisi pembangunan budaya bangsa, semangat Diponegoro mengingatkan kita pentingnya berpegang pada identitas dan nilai luhur budaya sendiri dalam menghadapi pengaruh luar.

Di era sekarang, banjir informasi dan budaya global bisa menjadi pedang bermata dua. Kita bisa mengambil ilmunya, tetapi jangan sampai jati diri hilang. Hamêmayu Hayuning Bawana mengajarkan bahwa tugas kita menjaga harmoni dunia, termasuk harmoni dalam kebudayaan: modernisasi berjalan, ekonomi tumbuh, tetapi nilai-nilai adat, sopan santun, gotong royong tetap dijaga. Inilah warisan tersembunyi dari Perang Jawa: kesadaran bahwa kemajuan materiil harus diiringi dengan keluhuran budi dan pelestarian budaya.

Baca Juga: Jogja, Kota Santai Beritme Lambat

“Jika dulu, Diponegoro berjuang melawan hegemoni asing yang mengancam tatanan lokal, kini kita berjuang melawan sifat pragmatisme yang mengabaikan idealisme dan budaya bangsa,” ujarnya.

Ketiga, nasionalisme inklusif: Diponegoro mengajarkan persatuan lintas kelompok demi tujuan mulia. Semangat ini relevan untuk memperkuat persatuan nasional kita. Jangan sampai perjuangan beliau sia-sia karena kita terpecah-belah oleh isu SARA atau politik sempit. Justru dengan meneladani beliau, kita mesti merangkul Bhinneka Tunggal Ika: berbeda-beda tetapi tetap satu, untuk melawan musuh bersama masa kini seperti kebodohan, kemiskinan, dan radikalisme.

Dipaparkan, untuk memahami makna Perang Jawa secara utuh, kita harus menyelami pula falsafah budaya dan kepemimpinan Jawa, yang melandasi perjuangan Pangeran Diponegoro. Perang Diponegoro bukan sekadar konflik militer, tapi juga perang prinsip, tentang bagaimana seharusnya pemimpin bersikap dan apa yang diperjuangkan.

Baca Juga: Konsentrasi Menurun, Waspada Bukan Sekadar Mood Swing, Tapi Alarm Kesehatan Mental!

Dalam khazanah literatur Jawa, terdapat ajaran-ajaran luhur yang relevan, antara lain “Serat Wulangreh” dan konsep kepemimpinan Jawa yang terangkum dalam falsafah Hamêmayu Hayuning Bawana.

Halaman:

Tags

Terkini

Lagi, Kilang Pertamina Luncurkan Produk Setara Euro 5

Minggu, 21 Desember 2025 | 15:00 WIB

GKR Hemas Dukung Ulama Perempuan di Halaqoh KUPI

Rabu, 17 Desember 2025 | 22:20 WIB

1.394 KK Ikut Penempatan Transmigrasi Nasional 2025

Rabu, 17 Desember 2025 | 10:30 WIB

Airlangga Hartarto Usulkan 29, 30, 31 Desember WFA

Rabu, 17 Desember 2025 | 05:56 WIB