Menurut Eko, regulasi lainnya yang membuat nelayan dan pelaku usaha tangkap ikan resah, denda administrasi VMS yang di atur dalam Permen KP 31/2021. Ada beberapa kapal di utara jawa yang dikenai denda sampai Ratusan Juta bahkan Milyaran rupiah.
"Regulasi yang dibuat pemerintah sangat tidak mendukung iklim usaha tangkap ikan bahkan bisa mematikan pelaku usaha tangkap ikan yang sudah berjalan turun temurun puluhan tahun," tegas Eko.
Atas dasar realitas dan kesadaran, kata Eko, maka sebagai nelayan dan para pelaku usaha perikanan tangkap se Pantura Jawa membentuk Front Nelayan Bersama (FNB) dalam rangka memperjuangkan nasib nelayan ke depan.
"Adapun tuntutan kami yakni, meminta dilakukan revisi PP 85/2021 tentang tarif PNBP pasca tangkap, menolak masuk nya kapal asing dan eks asing di wilayah NKRI serta menolak sistem kontrak," kata Eko.
Selain itu, nelayan juga meminta alokasi BBM non subsidi khusus nelayan untuk ukuran kapal lebih dari 30GT, meminta dilakukan revisi Permen KP 31/2021 tentang denda administrasi pelanggaran wilayah tangkap dan VMS. Juga sekaligus meminta ijin alokasi 2 WPP yang berdampingan agar kapal nelayan lebih leluasa dalam bekerja di laut.
"Kami berharap pemerintah masih peduli dengan nasib nelayan dan para pelaku usaha perikanan tangkap., agar nelayan dapat melanjutkan aktifitasnya di laut, guna memenuhi permintaan kebutuhan ikan bagi masyarakat luas," kata Eko. (Ryd)