KRjogja.com - PATI - Kamis (14/8/2025), Panitia Khusus (Pansus) DPRD Kabupaten Pati untuk pemakzulan Bupati Pati Sudewo langsung bekerja. Hak angket yang dimiliki DPRD Pati ini, langsung mengkaji desakan masyarakat yang meminta Bupati Sudewo diberhentikan dari jabatannya.
Dalam kesempatan rapat di DPRD Pati, tim Pansus yang diketuai Teguh Bandang Waluyo dari Fraksi PDIP dan Wakil Ketua Joni Kurnianto dari Fraksi Demokrat, menyoroti 12 kebijakan Bupati Sudewo yang belum genap enam bulan menjabat dan memicu konflik di masyarakat.
Wakil Ketua Pansus Hak Angket Pemakzulan Bupati Pati, Joni Kurnianto menyebut, kebijakan itu salah satunya terkait rotasi jabatan di lingkup Pemkab Pati yang dinilai tidak jelas hingga rangkap jabatan.
"Tim Pansus sudah mulai mendetailkan. Dari 22 tuntutan dari pengunjuk rasa, kita rangkum menjadi 12 titik yang segera kita pelajari," ujar Joni Kurnianto, usai rapat di DPRD Pati.
Baca Juga: Menhub Optimistis Tumbuhkan Ekonomi dan Pariwisata, Status 36 Bandara Internasional
Berikut adalah 12 poin yang menjadi fokus penyelidikan Pansus Hak Angket pemakzulan Bupati Pati Sudewo:
1. Pembangunan Infrastruktur yang Tidak Merata
Kebijakan pembangunan infrastruktur yang dirasa tidak adil menjadi salah satu perhatian utama. Beberapa daerah mendapatkan prioritas lebih dalam pembangunan jalan dan fasilitas umum, sementara daerah lain terabaikan. Hal ini menimbulkan ketimpangan yang signifikan dalam akses terhadap layanan dasar, seperti listrik, air bersih, dan transportasi.
2. pengelolaan Dana Desa Tidak Transparan
Ketidaktransparanan dalam pengelolaan dana desa memicu kecurigaan. Ada laporan tentang alokasi dana yang tidak tepat sasaran dan dugaan penyalahgunaan anggaran untuk kepentingan pribadi atau kelompok tertentu. Penggunaan dana yang tidak jelas ini membuat masyarakat desa merasa tidak mendapatkan manfaat yang seharusnya.
3. Kebijakan Pertanahan
Kebijakan pertanahan yang kontroversial terkait alokasi lahan untuk proyek-proyek besar menimbulkan protes dari warga lokal. Banyak tanah pertanian dialihkan untuk kepentingan industri atau komersial tanpa konsultasi yang memadai dengan penduduk setempat, yang mengandalkan tanah tersebut untuk mata pencaharian.
Baca Juga: Fadli Zon: Indonesia Perlu Menemukan Kembali Identitasnya