Pembelajaran Tatap Muka Secara Terbatas Didukung Tokoh Pendidikan

Photo Author
- Sabtu, 10 April 2021 | 08:10 WIB
ilustrasi
ilustrasi

JAKARTA, KRJOGJA.com - Tanpa terasa tahun ajaran baru 2021-2022 sudah dekat dan para guru serta orang tua murid sangat berharap agar anak-anak mereka bisa belajar tatap muka segera dibuka. Bahkan, di Jakarta, Rabu (7/4/2021) telah dilakukan ujicoba pembelajaran tatap muka (PTM) di 85 sekolah tingkat SD-SMA/SMK selama 3-4 jam yang berlangsung -29 April 2021.

Kegiatan itu merupakan tindak lanjut dari keluarnya Surat Keputusan Bersama (SKB) empat yang ditandatangani oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Menteri Kesehatan, Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri itu mengatur soal pembelajaran tatap muka (PTM) secara terbatas dengan tetap memperhatikan protokol kesehatan.

Terkait hal itu, pengamat vaksinasi dari Universitas Indonesia, Prof Tjandra Yoga Aditama memahami dengan keluarnya SKB tersebut. "Keluarnya SKB itu bukan berarti pada tahun ajaran nanti akan dibuka PTM. Ini kan nanti juga disesuaikan kondisinya dan masih beberapa bulan, kalau nanti pas PTM berjalan dan kasus (COVID-19) naik bisa berubah lagi,” katanya dalam pernyataannya di Jakarta, Jumat (9/4/2021).

Mantan Direktur Jendral Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan itu juga menyebutkan tentang pemerintah sudah memandang perlu pembelajaran tatap muka. Nanun, harus dilakukan dengan protokol kesehatan yang sangat ketat, seperti menjaga jarak, menggunakan masker, dan dilengkapi fasilitas cuci tangan dengan air mengalir.

Selain itu, Tjandra meminta masyarakat jangan terlalu gembira dulu melihat laju perkembangan kasus COVID-19 belakangan ini. Sebab, sewaktu menjadi Direktur Organisasi Kesehatan Dunia Wilayah Asia Tenggara (WHO-SEARO), pernah merasakan perkembangan kasus COVID-19 di India – dimana ia berkantor di New Delhi, India – yang berubah-rubah secara drastis.

“India pernah mengalami kasus harian bertambah hanya 10.000 kasus. Namun beberapa hari kemudian naik 100.000 kasus. Jadi, susah diprediksi,” tutur Tjandra. Terkait PTM, pengamat pendidikan Arief Rahman menambahkan, sekarang sudah ada beberapa sekolah yang menyelenggarakan PTM. Hal itu akan dikendalikan juga oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes).

"Dia (Kemenkes) akan menetapkan berapa jumlah muridnya, lalu jam belajarnya sampai jam berapa. Jadi semua sudah ada panduannya. Ngga ada masalah,” kata Arief Rahman. Selanjutnya, imbuhnya, pemberian lampu hijau PTM terletak pada zona daerah itu, bukan berdasarkan pada jenjang pendidikan. Artinya meski SD, kalau zonanya merah, tetap tidak diijinkan PTM.

Menurutnya, lebih baik dilakukan PTM. Sebab, menurut Ketua Harian Komisi Nasional Indonesia Untuk UNESCO, ada dua alasan. Pertama, kalau siswa pergi ke sekolah, secara fisik dia akan bergerak. “Akan ketemu dengan teman-temannya dia senang,” sambungnya. Kedua, siswa bisa bertanya langsung kalau ada masalah kepada gurunya. (Ful)

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: danar

Tags

Rekomendasi

Terkini

Perlu 7 Pilar Fondasi Sistematik Kinerja Aset

Minggu, 21 Desember 2025 | 09:20 WIB

Lagi, Dr Sihabul Millah Pimpin IIQ An Nur Yogyakarta

Sabtu, 20 Desember 2025 | 20:30 WIB

Menemukan Rumah Kedua di Sekolah Rakyat

Sabtu, 20 Desember 2025 | 17:10 WIB
X