YOGYA, KRJOGJA.com - Mata pelajaran yang diampunya adalah IPA di SMP Muhammadiyah 6 Yogyakarta, tetapi Ngatilah, S Pd (58th) juga menggeluti dunia sastra. Bahkan novelnya yang berjudul "Menantang Sang Panelis" juara 1 Nasional di Pusbuk Jakarta th 2008 dan telah diterbitkan Graha Pustaka tiga kali jumlahnya hampir 4.000 eksemplar.
"Saya juga ikut mendirikan Paguyuban Sastra Budaya (Pasbuja) Kawi Merapi Sleman dan duduk sebagai sekretaris," tuturnya, Jumat (24/4/2020).
Ngatilah menambahkan tahun 2009 pemenang utama tingkat Nasional cerpen "Malam Satu Muharram" yang diselenggarakan oleh sebuah majalah untuk guru. Thn 2010 mendapat penghargaan "Education Award" dari Dinas Pendidikan Kota Yogyakarta, juara tingkat Nasional Essay "Damar Tutwuri" yang diselenggarakan oleh Dikdasmen PP Muhammsdiyah saat muktamar ke-46. Juga menjadi nomine menulis dongeng berbahasa Indonesia "Tangisan si Pipit" penyelenggaranya Badan Perpustakaan dan Arsip DIY.
Tahun 2016 cerkak tulisan Ngatilah masuk dalam antologi cerkak terbitan Dinas Kebudayaan DIY. Kemudian tahun 2017 essay dan cerkak masuk antologi terbitan Dinas Kebudayaan DIY. Demikian pula tahun 2018 lolos masuk dalam antologi : essay, cerkak, geguritan dan th 2019 ikut membuat antologi geguritan dan essay Dinas Kebudayaan DIY.
Th 2019 tulisannya juga dimuat di berbagai media massa. Esainya berjudul "Menembus Batas" masuk dalam antologi Balai Bahasa DIY. Selain menulis sastra selama 2010-2012 menulos delapan diktat pelajaran, yaitu IPA-Biologi untuk SMP kelas 7, 8, 9. IPA-Terpadu untuk SMP kelas 7 dan 9, IPA -Terpadu untuk SMK kelas 10, 11 dan 12.
Kecintaannya dalam dunia menulis sudah menghasikan banyak sekali tulisan. Kumpulan cerpen yang sudah diterbitkan berjudul "Pesona dalam Mimpi dan Tawa". Novelnya "Menoreh Lentera Merah", "Pemburu Koin Tertembak Poin", "Menulis di Kaki", "Kidung Terpancung di Bumiphala Temanggung", "Mendulang Emas dari Perca".
Kemampuan menulisnya berawal dari hobinya membaca sejak SD, adapun kemampuan berbahasa Jawa, karena waktu kecil sering menemani ayahnya mendengarkan siaran wayang di radio, sering diajak nonton wayang dan kethoprak tobong. (War)