KRjogja.com - Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) sudah tidak lagi terdengar asing bagi kita semua. PKn ini merupakan mata pelajaran yang diajarkan sejak sekolah dasar hingga ke jenjang
perkuliahan. Akan tetapi, PKn tidak hanya menjadi mata pelajaran di sekolah saja, melainkan
fondasi utama untuk membentuk warga negara yang bertanggung jawab dan aktif dalam menjaga
keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Apabila PKn diimplementasi dengan konsisten di setiap lini kehidupan, Pendidikan Kewarganegaraan akan membentuk individu-individu yang tidak hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga berkarakter kuat, peduli terhadap sesama, dan bangga menjadi bagian dari bangsa Indonesia.
Akan tetapi, Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) seringkali terjebak dalam pembagian
pandangan yang terlalu sederhana, dianggap sekadar mata kuliah pengisi SKS, hafalan
pasal-pasal UUD, atau ceramah monoton tentang Pancasila. Padahal, dalam visi sesungguhnya,
PKn adalah jiwa dari seluruh proses pendidikan yang bertujuan membentuk kecerdasan
berkewarganegaraan. Hal ini perlu dievaluasi dan revitalisasi Pendidikan Kewarganegaraan
supaya tercapainya warga negara yang kritis, disiplin, dan bertanggung jawab.
Di era disrupsi digital dan krisis identitas kebangsaan ini, peran PKn justru menjadi
benteng pertahanan yang semakin vital. Revitalisasi PKn dapat dilakukan pengembangan
kurikulum yang adaptif dan kontekstual di era digital ini. PKn perlu secara eksplisit mengajarkan
etika digital, bagaimana menanggapi adanya hoaks atau disinformasi. Selain itu, kurikulum
berbasis proyek perlu ditingkatkan agar mendorong siswa untuk mengerjakan proyek-proyek
yang melibatkan riset digital, advokasi sosial, atau kampanye kesadaran isu kewarganegaraan
secara daring.
Revitalisasi PKn bukan hanya sekedar perubahan kurikulum, melainkan gerakan kebudayaan untuk menghidupkan nilai-nilai kebangsaan dalam praktik sehari-hari, menjembatani kesenjangan antara teori dan realitas, melahirkan generasi yang mencintai tanah air dengan kritis dan kreatif. Nilai-nilai kebangsaan dalam praktik sehari-hari berdasarkan lima sila Pancasila perlu dihidupkan secara aktual.
Pada sila pertama “Ketuhanan Yang Maha Esa”, yaitu dengan cara mematuhi norma keagamaan, seperti menghormati tempat ibadah semua agama, ikut serta dalam kegiatan kerukunan antar umat beragama.
Pada sila kedua “Kemanusiaan yang Adil dan Beradab” yaitu membangun sikap toleransi dan rasa simpati serta empati antarmanusia. Pada sila ketiga “Persatuan Indonesia” yaitu memperkuat identitas kebangsaan dengan menggunakan produk lokal dalam keseharian.
Pada sila keempat “Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan” yaitu menerapkan demokrasi sehari-hari seperti menyelesaikan konflik melalui musyawarah.
Pada sila kelima “Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia” yaitu menciptakan kesetaraan
tanpa saling memprovokasi. Melahirkan generasi yang mencintai tanah air dengan kritis dan kreatif yaitu mereka yang tak hanya menyanyikan Indonesia Raya, tetapi juga menciptakan jalan sendiri untuk Indonesia yang lebih baik untuk masa depan bangsa. Melahirkan generasi yang mencintai tanah air secara kritis dan kreatif memang membutuhkan pendekatan yang lebih mendalam daripada sekadar simbolisme.
Generasi muda yang ideal adalah yang mencintai Indonesia dengan mata terbuka, berani memperbaiki yang keliru, dan berimajinasi untuk membangun hal baru. Seperti kata Bung Karno, "Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa pahlawannya". Kini saatnya kita menjadikan PKn sebagai wahana untuk melahirkan pahlawan-pahlawan baru di era digital. (Nabila Indirasari dan Hana Diana Tsabita, Mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Muhammadiyah Surakarta)