YOGYA, KRJOGJA.com - Bergantinya status Universitas Pembangunan Nasional 'Veteran' Yogyakarta (UPNVYK) dari Perguruan Tinggi Swasta (PTS) menjadi negeri sejak 2014 lalu, sampai saat ini masih menjadi polemik. Imbasnya, sejumlah dosen memilih 'menyerah' dengan mengabdi ke kampus lain. Tak hanya itu, beberapa dosen maupun karyawan yang telah mengabdi selama puluhan tahun tidak mendapatkan dana pensiun dari kampus.
Selain itu, Kontrak Kerja Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K) Perguruan Tinggi Negeri Baru (PTNB) masih menyisakan banyak masalah bagi dosen dan tenaga kependidikan (tendik). Permasalah muncul karena masa kerja dianggap nol (0) tahun, jabatan akademik diakui hanya sampai magister, pengembangan karir macet dan dosen tidak diperkenankan studi lanjut selama kontrak berlangsung.
"Kami dapat memahami dengan keputusan beberapa rekan yang memilih 'resign'. Karena status dosen itu adalah jenjang karir. Seperti menjadi lektor kepala hingga guru besar. Mereka yang ada target ke sana, memilih keluar," ujar Ketua Forum P3K UPNVYK Arif Rianto dalam jumpa pers status kepegawaian P3K PTNB di Laboratorium PR FISIP, Rabu (23/6/2021).
Total ada lima dosen yang telah mengundurkan diri. Tiga berstatus doktor dan dua magister. Selain itu ada lima tendik yang sampai akhir masa kerjanya belum juga berstatus P3K, sehingga tidak mendapatkan apa-apa dari kampus. Padahal mereka ada yang mengabdi di atas 20 tahun.
Masa kerja yang dianggap 0 (nol) tahun dalam kontrak berdampak pada penurunan standar gaji yang sangat besar berkisar Rp 1-2 juta per bulan bagi setiap pegawai. Jabatan akademik doktor yang tidak diakomodasi menimbulkan rasa frustasi bagi mereka. Bahkan bagi yang masih menempuh studi doktoral menjadi patah semangat karena diwajibkan memilih melanjutkan studi atau terikat kontrak.
"Berbagai masalah tersebut membuat kami resah. Untuk itu kami menuntut Kemendikbud-Ristek dan Kemenpan-RB untuk merevisi kontrak kerja. Karena kontrak kerja juga bertabrakan dengan banyak Surat Keputusan (SK) dari Kemendikbud-Ristek sendiri. Seperti SK tentang sertifikasi dosen dan SK jabatan fungsional yang sudah terlebih dulu terbit menjadi tidak memiliki kekuatan hukum," jelasnya.
Masih menurutnya, kontrak P3K yang dianggap cacat hukum ini apabila ditandatangani akan berdampak panjang bagi institusi perguruan tinggi. Jabatan akademik doktor yang tidak terakomodasi menyebabkan akreditasi institusi terjun bebas. Karir dosen dan tendik yang macet menyebabkan perguruan tinggi tidak dapat memenuhi syarat-syarat administrasi akreditasi karena data tidak sesuai dengan PDDIKTI.
Permasalahan kontrak P3K ini muncul disebabkan oleh tumpang tindih dan tidak sinkronnya peraturan yang melatarbelakangi kebijakan penegerian 35 PTS dengan ribuan orang di seluruh Indonesia.(Awh)