Krjogja.com - YOGYA - Kongres Ibu Bangsa 2024 dengan tiga calonnya yakni Marlinda Puteh (Politisi Golkar), Nani Hadi Tjhayanto (Keluarga Militer) dan Masyitoh Chusnan (Akademisi-Sipil) menarik perhatian. Kongres 4 Desemver tersebut akhirnya memilih Nani Hadi Tjahjanto sebagai ketua umum periode 2024-2029.
Organisasi Nasyiatul Asyiyah, Putri Muhammadiyah memberikan saran dan masukan kepada kepengurusan baru Kowani di bawah Nani Hadi Tjahyanto. Ulfah Mawardi
Pengurus Kowani 10 tahun yang mewakili Nasyiatul Aisyiyah menyampaikan beberapa catatan terkait kongres Kowani tersebut
Saat kongres berlangsung, dikatakan Ulfah, pembahasan paling alot ada di Komisi A, yakni Komisi AD-ART. Sebagai generasi muda, Ulfah terlibat secara penuh dalam pembahasan perubahan AD-ART dan beberapa kali menaikkan tangan untuk meberikan masukan tapi karena keterbatasan waktu dan tidak diberi kesempatan.
"Ironis pembahasan AD-ART ini selesai dengan voting setuju dan tidak setuju. Subtansi organisasi federasi Kowani sejatinya ada termaktub pada kedaulatan organisasi anggota yang menurut hemat kami penting untuk dibunyikan di AD-ART sebagai pedoman dalam menjalankan roda organisasi Kowani, beberapa kritik dan masukan yang tidak sejalan dengan pasal/pasal dari seluruh nafas pergerakan Kowani sebagai organisasi federasi (bukan organisasi kader)," ungkapnya dalam siaran tertulis, Sabtu (7/12/2024).
Baca Juga: Tren Positif Partisipasi Penelusuran Lulusan SMK di Tahun 2024
Dikatakan Ulfah pada AD bab 6 pasal 16 dan ART Bab 2 pasal 8 poin 1,2,3,4. Jika faktanya ketua umum sebagai simbol organisasi dapat dipilih tidak mesti pernah menjadi pengurus Kowani, maka semua kepengurusan (poin 2 dan 3) di hapus saja.
Poin 4 ketentuan lain juga dihapus saja dan kita kembalikan kedaulatan ke organisasi anggota siapapun bisa jadi pengurus asal di rekomendasi organisasi anggota (federasi). Di situ menurut Ulfah, akan membedakan Kowani bukan organisasi kader tetapi organisasi federasi.
"Yang akan mengkader adalah organisasi induk masing-masing anggota. Jika pasal ini tidak direvisi secepatnya maka asumsi kedepan siapapun yang memiliki uang dan kekuatan kekuasaan dapat memimpin (menjadi ketua umum) Kowani," tambahnya.
Baca Juga: PSIM Curi Poin 1 di Kandang Persijap, Seto Minta Pemain Tetap Fokus di Tiap Pertandingan
Ulfah juga menyebut bahwa dalam 10 tahun terakhir kepemimpinan Giwo-Titin, dengan gaya kepemimpinan demokratis asah, asih, asuh membuat semua pengurus terberdayakan dengan riang gembira. Berbagai torehan apresiasi baik di level nasional hingga internasional telah berhasil dicapai Kowani 10 tahun terakhir.
"Capaian tersebut patut dilanjutkan di kepemimpinan yang akan datang, di samping kekuatan sinergi dan kolaborasi yang kuat dalam 10 tahun ini. Demokratisasi yang kita rasakan berlangsung di kongres XXVI adalah buah dari kepemimpinan 10 tahun ini yang telah berhasil dengan sangat baik dibangun dan diciptakan dalam kepemimpinan Giwo-Titin yang menghargai potensi pengurus, latar belakang masing-masing orgnisasi dan kerukunan yang terjaliin bukan kasat mata tapi betul-betul dari hati. 10 tahun Kowani menjadi oragnisasi yang kuat, maju dan mandiri telah kita rasakan bersama. Hormat dan salut pada kepemimpinan Dwi-Tunggal Giwo-Titin," tambahnya.
Adapun hal yang perlu dibenahi menurut Ulfah adalah belum dioptimalkannya kepemimpinan transisi ke era generasi digital, karena konsekuansi dari perubahan zaman ke serba teknologi informasi. Hal ini menjadi catatan khusus kepemimpinan Kowani di bawah Nani-Tantri.
"Paradigma kepemimpinan tradisional-kolonial harus bergeser ke paradigma ilmu-rasional yang serba IT/ digitalisasi. Teknis Pemilihan antara E-Voting dan Manual di Kongres Kowani kemarin misalnya adalah pelajaran berharga ketidaksiapan Kowani untuk berubah dan mengikuti perkembangan zaman. Sudah banyak organisasi anggota telah meninggalkan model pemilihan manual, di organisasi asal kami termasuk sudah dari 10 tahun lalu (2 periode musyawarah/pemilihan), sudah menggunakan E-Voting.