Krjogja.com Bank Dunia mengingatkan bahwa perang perdagangan berisiko memperparah lonjakan utang dan menyebabkan pertumbuhan ekonomi negara berkembang melambat.
Mengutip US News Kepala Ekonom Bank Dunia, Indermit Gill mengungkapkan bahwa krisis saat ini akan semakin menekan pertumbuhan di pasar negara berkembang, setelah penurunan yang stabil dari level sekitar 6% dua dekade lalu, dengan perdagangan global sekarang diperkirakan tumbuh hanya 1,5%.
Angka tersebut jauh di bawah pertumbuhan 8% yang terlihat pada tahun 2000-an.
"Jadi, ini adalah perlambatan mendadak di atas situasi yang tidak terlalu baik," kata Gill.
Baca Juga: Suzuki Fronx dipamerkan di Amplaz, Berfitur ADAS Pertama di Indonesia, Ini Keunggulannya
Ia juga menyebutkan bahwa aliran portofolio ke pasar berkembang dan investasi langsung asing (FDI) berisiko menurun, seperti yang terjadi selama krisis sebelumnya.
"FDI adalah 5% dari PDB di pasar berkembang selama masa-masa baik. Sekarang sebenarnya 1% dan aliran portofolio dan aliran FDI secara keseluruhan turun," bebenya.
Pernyataan Gill datang menyusul pertemuan musim semi Dana Moneter Internasional dan Bank Dunia pekan ini di Washington yang membahas kekhawatiran tentang dampak ekonomi dari tarif impor baru AS, dan tarif balasan yang diumumkan oleh Tiongkok, Uni Eropa, Kanada, dan lainnya.
Baca Juga: Kemendikdasmen Dorong Revitalisasi Bahasa Daerah Lewat Digitalisasi dan Literasi Komunitas
Bank Dunia memperkirakan pertumbuhan ekonomi global hanya mencapai sebesar 2,8% untuk tahun 2025, setengah poin persentase lebih rendah dari perkiraannya pada bulan Januari.
Selain itu, Gill juga mengatakan, tingkat utang yang tinggi berarti setengah dari sekitar 150 negara berkembang dan pasar berkembang tidak dapat melakukan pembayaran layanan utang atau berisiko melakukannya, tingkat yang dua kali lipat dari tingkat yang terlihat pada tahun 2024, dan dapat tumbuh lebih jauh jika ekonomi global melambat.
"Jika pertumbuhan global melambat, perdagangan melambat, lebih banyak negara dan suku bunga tetap tinggi, maka Anda akan membuat banyak negara ini mengalami kesulitan utang, termasuk beberapa yang merupakan eksportir komoditas," jelasnya.
Diwartakan sebelumnya, Bank Indonesia (BI) mencatat posisi Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia pada Februari 2025 menurun. Pada Februari 2025 posisi ULN Indonesia tercatat sebesar USD427,2 miliar, menurun dibandingkan dengan posisi ULN pada Januari 2025 sebesar 427,9 miliar dolar AS.
"Secara tahunan, ULN Indonesia tumbuh 4,7% (yoy), melambat dibandingkan pertumbuhan 5,3% pada Januari 2025," kata Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi Bank Indonesia Ramdan Denny Prakoso, dikutip dari laman Bank Indonesia, Senin (28/4/).