KRJOGJA.com – SLEMAN – Dugaan kecurangan dan pelanggaran hukum pada Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB) jenjang Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri di Kabupaten Sleman, mencuat.
Pemerhati Kebijakan Publik dari Jogja Corruption Watch (JCW), Baharuddin Kamba mengungkapkan, salah satu bentuk dugaan pelanggaran hukum dan peraturan tersebut ditemukan pada SPMB Jalur Mutasi di beberapa SMP Negeri di Kabupaten Sleman.
Bahar menjelaskan, ditemukan kasus dimana siswa diterima di SMP Negeri di wilayah Sleman dengan Jalur Mutasi, padahal asal sekolah siswa yang bersangkutan dari SD Negeri di wilayah Kalurahan di Kapanewon SMP Negeri tersebut berada.
Baca Juga: Bank BPD DIY dan Pemda Sinergi Wujudkan Hunian Sehat bagi Warga
“Ini tentu aneh, karena kan berarti saat SD ia tidak tinggal bersama orang tuanya yang tugas di Luar Kabupaten, tapi Ini kok tiba-tiba ketika mau masuk SMP bikin surat mutasi. Masa iya anaknya ngekos atau dilaju dari Gunungkidul ke Sleman? sementara anak-anak di lingkungan wilayahnya justru tidak diterima, misalnya yang rumahnya berjarak 1 Kilo Meter dari sekolah padahal nilainya lebih tinggi dari yang pakai jalur mutasi dan afirmasi,” ungkap Bahar, Senin (30/06/2025).
Berdasarkan surat Keputusan Bupati Sleman, Nomor 24.5/ Kep.KDH/A/2025 Tentang Petunjuk Teknis Penerimaan Murid Baru Pada Jenjang Taman Kanak-Kanak,Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah Pertama pada Jalur Mutasi memang diperuntukkan bagi pegawai instansi Pemerintahan, BUMN/BUMD, serta lembaga, kantor, atau perusahaan berbadan hukum.
Dalam petunjuk pelaksanaannya Jalur Mutasi atau Perpindahan Tugas Orang Tua/Wali yang dilaksanakan dengan kuota 5% dari daya tampung sekolah dan diperuntukkan bagi penduduk luar kabupaten Sleman yang orang tua/wali pindah tugas ke Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).
Baca Juga: Inilah Tren Perjalanan Musim Panas dari Eropa ke Asia, Indonesia Posisi Kedua Setelah Thailand
Bahar menilai antara Juklak dan Juknis tidak selaras dengan UU No 20 Tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) yang sedianya menjamin akses Pendidikan yang berkeadilan bagi semua warga negara, bahkan hukum positif Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 bahwa setiap warga negara berhak mendapat Pendidikan yang bermutu dan berkeadilan. Penerimaan Jalur Mutasi pada SPMB SMP di Sleman menurutnya rawan praktik nepotisme, kolusi yang pada ujungnya berpotensi mengarah ke korupsi.
“Ini kan seperti tempat tugas orang tua mengikuti tempat tugas siswa, Dasar hukumnya apa coba? mana ada Undang-undang ASN atau TNI/POLRI dan Lembaga negara lainnya yang menyatakan demikian? Ini seolah kok gampang banget mengajukan mutasi dan biasanya marak saat SPMB begini, padahal secara aturan jelas tidak mudah dan tidak singkat,” terangnya.
Dia menjelaskan pada Pasal 23 Peraturan Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2025tentang Sistem Penerimaan Murid Baru terdapat persyaratan administratif yang bersifat institusional dan sedianya tidak bisa direkayasa. Diantaranya, kata dia, pada angka (3) Surat penugasan dari instansi, lembaga, atau perusahaan yang mempekerjakan orang tua/wali sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a paling lama 1 (satu) tahun sebelum tanggal pendaftaran penerimaan Murid Baru.
Baca Juga: Faktor Ekonomi, Sekolah Negeri Masih Jadi Pilihan Utama Masyarakat
“Yang dimaksud dalam peraturan kan sebenarnya tempat sekolah anak yang mengikuti tempat tugas orang tua, bukan dibalik, tempat tugas Orang Tua mengikuti tempat sekolah anak,” tegasnya.
Akan Layangkan Somasi dan Gugat ke PTUN
JCW menengarai SPMB berbasis Online yang nampak transparan dan akuntabel, ternyata memiliki celah yang tidak banyak disadari publik. "Jalur mutasi ini siapa yang tahu selain pihak sekolah, dinas Pendidikan, dan orang tua yang bersangkuta, karena itu kan tidak ada terlampir di sitem SPMB Online. Jadi jangan dikira SPMB ini benar benar bersih, masyarakat harus kritis,” tandasnya.