Tuduhan Mengambang dengan Standar Ganda, Pertaruhan Keadilan di Pengadilan Tipikor

Photo Author
- Senin, 1 Desember 2025 | 08:00 WIB
Terdakwa Nurhadi (Istimewa )
Terdakwa Nurhadi (Istimewa )

JAKARTA (KR) - Sidang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta Pusat, Jumat (28/11/2025) dengan terdakwa Nurhadi, mantan Sekretaris Mahkamah Agung, dalam perkara Tindak Pidana Korupsi No. 126/Pid.Sus-TPK/2025. Agenda hari itu pembacaan eksepsi atau keberatan atas surat dakwaan penuntut umum.

Tim penasihat hukum yang dipimpin Dr. Maqdir Ismail mengajukan keberatan mendasar terhadap dakwaan Nomor 56/'TUT.01.04/24/11/2025 yang dibacakan Jaksa KPK pada 18 November lalu. Intinya: mereka meminta kejelasan dasar perbuatan pidana yang dituduhkan kepada kliennya.

“Ada perbedaan angka yang sangat signifikan—dalam dakwaan disebut 300 miliar, di tempat lain 170 miliar. Apa yang sesungguhnya terjadi?” ujar Maqdir, seusai sidang. 

“Bagaimanapun, dakwaan bukan sekadar menyusun cerita. Harus jelas kriminal pokok apa yang dilakukan terdakwa sehingga ia harus dihukum,”lanjutnya.

Baca Juga: MilkLife Athletics Challenge 2025: Lahirkan Talenta Baru, Ajang Regenerasi Atlet ke Jenjang Nasional

Menurut Maqdir, KPK justru memperpanjang jalur perkara dengan memisahkan kasus suap dan gratifikasi dari perkara korupsi sebelumnya, dan kini menambahkan dakwaan TPPU (tindak pidana pencucian uang). 

Langkah itu, katanya, bukan saja tidak adil, namun berpotensi menjadi upaya memperlama hukuman atas satu perbuatan yang sama.

“Menjadikan perkara ini dua kali seolah-olah upaya memperberat hukuman. Proses hukum itu untuk keadilan dan kepastian hukum, bukan membuat orang jatuh,” tegasnya.

Baca Juga: Suka Jogging di Pagi Hari? Yuk Coba Tempat-Tempat Berikut ini

Dalam dokumen eksepsi setebal puluhan halaman, tim kuasa hukum juga menyoroti apa yang mereka sebut sebagai penerapan standar ganda oleh KPK. Mereka mempertanyakan asumsi bahwa setiap penerimaan uang yang dilakukan Rezky Herbiyono, menantu Nurhadi, otomatis dikaitkan dengan jabatan mertuanya.

“Lantas masihkah relevan mempertanyakan apakah Rezky Herbiyono sebagai menantu tidak dapat menjalankan bisnis? Atau setiap penerimaan bisnisnya dianggap sebagai penerimaan terdakwa?” demikian bunyi petikan eksepsi.

Penasihat hukum membandingkannya dengan kasus Kaesang Pangarep, putra Presiden Joko Widodo, yang pernah menerima fasilitas jet pribadi dan menjadi perbincangan publik.

Baca Juga: Karanganyar Siaga Ancaman HIV/AIDS dari Komunitas Gay Remaja, KPA Gencarkan Deteksi Dini

Saat itu, KPK menyatakan tidak berwenang memeriksa karena Kaesang bukan penyelenggara negara, dan perlu dibuktikan dulu apakah fasilitas itu terkait jabatan ayahnya.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizinĀ redaksi.

Editor: Tomi Sujatmiko

Rekomendasi

Terkini

Lagi, Kilang Pertamina Luncurkan Produk Setara Euro 5

Minggu, 21 Desember 2025 | 15:00 WIB

Unpad Bandung Juara I UII Siaga Award 2025

Sabtu, 20 Desember 2025 | 09:30 WIB
X