Pendidikan sains harus membangkitkan rasa ingin tahu, bukan sekadar menjejali hafalan rumus. Ia melihat guru memegang peran penting dalam membuat sains terasa dekat dengan kehidupan sehari-hari.
"Jika anak-anak belajar sains melalui pengalaman nyata, mereka akan lebih mudah jatuh cinta pada bidang ini," katanya.
Perjalanan panjang
Perjalanan menuju titik itu tidak singkat. Carina lahir di Jakarta pada 21 April 1989. Dari kecil, ia dikenal cerdas, tekun, dan menyukai tantangan.
Baca Juga: 5 Weton Ini Berpotensi Panen Rezeki di Awal Tahun 2026 Menurut Primbon Jawa
Di SMA Kristen 1 Penabur Jakarta, ia mengikuti program akselerasi dan menuntaskan pendidikan hanya dalam dua tahun. Langkah itu membawanya lebih cepat ke dunia akademik internasional.
Pada 2008, ia menempuh sarjana bioteknologi di Universitas Hong Kong. Di kota itu, Carina ditempa dengan disiplin riset yang ketat, sekaligus pergaulan internasional yang memperluas wawasannya.
Setelah lulus, ia melanjutkan studi ke Royal Melbourne Institute of Technology (RMIT) di Australia, meraih gelar master dan kemudian doktor di bidang bioteknologi dan menyelesaikannya pada 2019, tepat sebelum pandemi.
Momen itu menjadi pintu masuk ke tantangan sesungguhnya. Carina bergabung dengan Jenner Institute, Universitas Oxford, salah satu pusat riset vaksin terkemuka dunia.
Baca Juga: 5 Weton Ini Berpotensi Panen Rezeki di Awal Tahun 2026 Menurut Primbon Jawa
Tidak lama kemudian, dunia dihantam pandemi. Situasi itu membuat semua tenaga riset dikerahkan sepenuhnya. Carina yang saat itu baru bergabung, langsung terjun ke jantung pertempuran ilmiah melawan virus.
Carina sangat antusias karena meras ilmu tersebut layaknya permainan sulap. Sepulangnya dari sekolah, Carina mencari-cari informasi lagi tentang mutasi genetik.
"Saya baca-baca lagi sendiri, cari informasi sendiri, ternyata enggak hanya ikan saja. Jadi aplikasinya banyak ada food technology, untuk pembuatan makanan, juga untuk kesehatan, dan agricultural," tuturnya.