KRJOGJA.com - PURWOREJO - Putusan majelesis hakim Pengadilan Negeri (PN) Purworejo terhadap Muhamad Abdullah dalam kasus kampanye pemilu mengikutsertakan anak dinilai keliru. Hal itu ditegaskan oleh Pusat Studi Hak Asasi Manusi (Pusham) Universitas Islam Indonesia, Dr Despan Heryansyah SH MH.
"Ada kekeliruan Majelis Hakim dalam menerapkan hukum terutama Pasal Pasal 493 jo. Pasal 280 ayat (2) huruf k Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. Kekeliruan dalam menerapkan hukum ini tidak dapat dibiarkan dan harus diinvestigasi kompetensi serta kualifikasi majelis hakim yang menangani perkara ini," ungkapnya saat dikonfirmasi KRJOGJA.com, Senin (5/2).
Baca Juga: Nih, Cara Pakai AI untuk Edit Konten Konser Coldplay di Galaxy S24 Series
Ia mengungkapkan majelis hakim harusnya hati-hati dalam memahami UU Pemilu. Jika belajar dari konstruksi perumusan Pasal 280 ayat (2) huruf k UU Pemilu perlu digarisbawahi bahwa politik hukum ketentuan Pasal yang didakwakan titik tekannya adalah untuk melindungi anak dari dari kegiatan politik yang membahayakan keselamatan, keamanan, maupun kesehatan anak.
"Dan anak mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan dari hal tersebut. Misalnya, ketika mengikutsertakan anak dalam kegiatan kampanye di keramaian, seperti pawai, konvoi, dan lain sebagainya yang berpotensi dapat membahayakan keselamatan, keamanan, maupun kesehatan anak," tegasnya.
Baca Juga: Mengulik Makna di Balik Varsity Jacket Ganjar-Mahfud Dalam Debat Kelima
Lebih jauh ia menilai bahwa kata mengikutsertakan itu mensyaratkan adanya unsur untuk diajak secara bersama-sama atau dilibatkan oleh peserta pemilu, pelaksana kampanye. Yang bersangkutan tidak bertindak atau atas kepentingan/kehendaknya sendiri.
Poinnya, lanjut Respan, semua orang atau siapapun termasuk anak memiliki hak untuk mengekspresikan dirinya, termasuk hak politiknya. Ekspresi ini tidak boleh dibatasi terhadap hal apapun, dia mau punya ekspresi politik kepada siapapun, apakah keluarga sendiri atau orang lain itu menjadi hak dari setiap orang itu, termasuk anak.
Baca Juga: Sah, Nangolo Mbumba Jadi Presiden Namibia Pasca Hage Geingob Meninggal
"Sehingga tidak bisa dipersalahkan jika ada anak yang mengekspresikan hak politiknya untuk terhadap calon-calon tertentu dalam pemilu, karena bagian dari kebebasan berekspresi dia sebagai seorang anak/orang," ungkapnya.
"Bahasa yang digunakan oleh UU Pemilu adalah mengikutsertakan, mengikutsertakan ini tidak muncul dari kehendak si anak, sepanjang kegiatan itu merupakan kehendak anak sendiri maka hukum tidak boleh masuk karena itu termasuk ke dalam hak asasi yang dijamin oleh Hak politik itu dijamin untuk seluruh orang, anak, perempuan dan sebagainya tanpa terkecuali," imbuhnya.
Baca Juga: Roasting Gibran Rakabuming Tanpa Sensor, Kiki Saputri Katanya Diawasi Sniper
Ia menjelaskan fakta persidangan dalam Putusan Pengadilan Negeri Purworejo Nomor 6/Pid.Sus/2024/PN.Pwr pun sudah jelas, bahwa Anak lah yang membuat video, mengupload, dan menghapus dibuktikan dengan pengakuan. Justru Anak yang melibatkan diri untuk membantu Ayahnya dalam kampanye.
"Mengapa yang dipersalahkan adalah Ayahnya? Bukankah anak itu boleh mengungkapkan ekspresi politiknya?," tandasnya.