Krjogja.com - Karya sastra merupakan cara sastrawan untuk menyampaikan ide dan gagasan mereka, karya sastra juga dapat memperlihatkan cara sastrawan melihat dunia. Novel merupakan salah satu karya sastra yang sering dijumpai di toko buku.
Novel berbasis feminisme, salah satu karya sastra yang menarik di era modern ini. Menilik perjuangan wanita dari tahun ke tahun yang tidak ada habisnya menyebabkan jenis Novel satu ini tetap laku di pasaran.
Baca Juga: 345 Kejadian Bencana Terjadi di Temanggung, 3 Meninggal
Sampai saat ini masih banyak ditemukan karya sastra yang mengangkat wanita sebagai sudut pandang utamanya.
Meskipun mengangkat isu perempuan, Novel semacam ini tidak hanya ditulis oleh penulis wanita saja. Justru banyak Novelis pria yang turut meramaikan dunia sastra feminisme dengan novel karangannya.
Perbedaan gender itu tentu akan mempengaruhi bahasa dan hasil akhir dari tulisan tersebut. Dalam istilah sosiolinguistik fenomena ini dikategorikan sebagai bahasa variasi gender. Dimana jenis kelamin seseorang akan mempengaruhi bahasa dan tutur kata mereka.
Baca Juga: Run-Cation: Dapatkan Menjadi Strategi Pemasaran Berkelanjutan?
Novel yang ditulis dengan variasi yang berbeda akan menciptakan kesan yang berbeda pula, terutama untuk pembaca perempuan. Seperti namanya isu feminisme memang paling dekat dengan perempuan.
Bukan berarti laki-laki tidak bisa menulisnya, tetapi kesan yang diterima tentu terasa berbeda. Contohnya novel Cantik Itu Luka karya Eka Kurniawan, novel ini menceritakan ketidakadilan gender yang dialami oleh perempuan.
Fokus pembahasan dalam novel ini cukup menarik untuk dikaji menggunakan pendekatan feminisme.
Kendati demikian, apabila dilihat dari kacamata orang awam bahasa novel ini terasa kurang nyaman bagi perempuan. Di luar sudut pandang sastra banyak perempuan yang merasa kurang nyaman apabila membaca salah satu karya Eka Kurniawan ini.
Pasalnya novel ini terlalu frontal untuk menggambarkan beberapa adegan dewasa dan menyebut para wanita.
Sementara itu di sisi lain, terdapat Laksmi Pamuntjak dengan salah satu karyanya " Amba". Novel ini juga mengangkat sudut pandang perempuan dan dapat dikategorikan sebagai sastra Feminisme. Berbeda dengan Cantik Itu Luka novel satu ini menggunakan bahasa yang lebih ramah di telinga wanita.
Perbedaan antara bahasa yang digunakan oleh kedua penulis tersebut dapat dipengaruhi oleh perbedaan gender. Laksmi Pamuntjak sebagai wanita tentu cenderung menggunakan kata-kata yang terasa lebih nyaman di telinga perempuan dibandingkan Eka Kurniawan.