Buku tak lagi harus bertahan di rak-rak kayu rapuh. Kini, cerita dan ilmu hidup telah hadir di sekotak layar kecil dalam genggaman tangan anak-anak, di mana pun dan kapan pun mereka mau membaca.
Subadi tidak hanya menyelamatkan buku-buku dari banjir. Ia mengubah cara berpikir seluruh warga sekolah tentang literasi. Membaca bukan lagi beban, melainkan pengalaman yang akrab, menyenangkan, dan menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari peserta didik.
Tri sadar, perubahan sejati tidak bisa lahir dari satu orang saja. Maka, ia menggerakkan seluruh warga sekolah. Mulai dari guru, peserta didik, orang tua, bahkan masyarakat sekitar.
Baca Juga: Pantai Cilacap Surganya Kuliner Gurih
Guru-guru mengikuti pelatihan literasi dan numerasi berbasis teknologi. Peserta didik diajak menulis cerita digital mereka sendiri, membuat ilutrasi di buku gambar mereka, memindai halaman per halamannya, dan mengunggahnya ke sudut baca digital di kelas masing-masing agar dapat diakses teman-teman mereka.
Orang tua tak hanya mengantarkan anak-anak mereka ke sekolah, tetapi turut menghias sudut baca, menyumbang perangkat sederhana, bahkan mengajar dalam program "Orang Tua Mengajar" setiap Jumat pekan keempat. Budaya gotong royong yang lahir membuat perubahan terasa nyata di setiap sudut sekolah.
Sebagai guru yang turut menyaksikan transformasi ini, Erma Khristiyowati, S.Pd., berbagi pengalamannya. "Sebagai guru di sekolah ini, saya sangat mengapresiasi hadirnya Subadi yang diprakarsai oleh Pak Tri," ujarnya.
"Inovasi ini membuat membaca menjadi kegiatan yang lebih menyenangkan. Siswa lebih aktif, mandiri, dan terbiasa mencari informasi melalui sumber digital yang terpercaya. Ini sungguh membantu kami dalam menyelaraskan pembelajaran yang sesuai dengan zamannya," kara Erma.
Perubahan itu pun berbicara lewat angka. Tri menjabarkan, tingkat literasi pada Rapor Pendidikan Sekolah yang pada 2022 tercatat 50 persen melonjak menjadi 88,89% pada 2024.
Baca Juga: Larinya Investor Asing
Numerasi yang semula hanya 26,67 persen kini merangkak naik menjadi 77,78%. Di tengah keterbatasan fasilitas, angka-angka ini bukan sekadar statistik. Mereka adalah hasil dari semangat, kerja keras, dan kolaborasi seluruh warga sekolah.
Prestasi formal pun tak ketinggalan. SDN Tambakrejo 01 kini menjadi Sekolah Penggerak Kota Semarang, meraih Pelaksana Terbaik 2 Sekolah Ramah Anak pada 2024, serta menjadi rujukan bagi banyak sekolah lain dalam pengelolaan literasi dan numerasi.
Namun, bagi Tri Sugiyono, pencapaian ini bukan tujuan akhir. Ia memandang perubahan yang sesungguhnya ada pada wajah-wajah kecil yang kini lebih suka membaca, lebih aktif berimajinasi, dan lebih gigih belajar.
“Dengan Subadi siswa menjadi lebih semangat membaca dan menulis,” kata Tri.
Pada Hari Pendidikan Nasional 2025 ini, dengan tema "Partisipasi Semesta Wujudkan Pendidikan Bermutu untuk Semua," kisah SDN Tambakrejo 01 berdiri sebagai bukti nyata bahwa pendidikan bermutu tidak harus lahir dari gedung megah atau fasilitas berlimpah.