Draf Larangan Investigasi Bukan Ide KPI

Photo Author
- Kamis, 6 Juni 2024 | 13:45 WIB
Suasana ''Coffee Break! Sambil Ngopi, Ngulik RUU Penyiaran, Ada Apa?'' (Ist)
Suasana ''Coffee Break! Sambil Ngopi, Ngulik RUU Penyiaran, Ada Apa?'' (Ist)

KRjogja.com - SEMARANG - DPR RI diminta menghentikan pembahasan RUU Penyiaran yang memicu kontroversi di tengah masyarakat. Selain itu siapapun diminta tidak mengkambinghitamkan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) atas tuduhan sebagai pencetus ide di balik RUU tersebut.

Dua hal tersebut Itulah menjadi kesimpulan diskusi bertajuk "Coffee Break! Sambil Ngopi Ngulik RUU Penyiaran, Ada Apa?" yang digelar Forum Mahasiswa Magister Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Wahid Hasyim di Gedung Dekanat Lt6 Kampus 1, Semarang, Rabu 5 Juni 2024.

Diskusi menghadirkan tiga nara sumber yaitu Wakil Ketua PWI Jateng Bidang Pembelaan Wartawan Zaenal Abidin Petir SH MH, Anas Syahirul Alim, M.Ikom (Komisioner KPID Jateng), dan Dr Agus Riyanto, MSi (Dekan Ilmu Politik FISIP Unwahas.

Diskusi dimoderatori Isdiyanto Isman SIP, wartawan Kedaulatan Rakyat yang juga mahasiswa Magsiter Ilmu Politik Unwahas.

Komisioner KPID Jawa Tengah, Anas Shyahirul Alim menyatakan kaget, ketika Menkominfo menyebut meloloskan draf penghapusan liputan investigasi, menindaklanjuti konsep KPI.

”KPI tidak pernah tahu dari mana munculnya draf itu, maka patut diusut siapa oknum yang memunculkan draf tersebut serta apa motivasinya,” tegas Anas yang juga Ketua PWI Surakarta.

Merevisi UU 32 tahun 2002 tentang penyiaran, memang sudah dikonsep KPI sejak 2010 melalui rakornas, karena UU tersebut dinilai tidak sesuai lagi dengan perkembangan penyiaran, misalnya tren media digital yang belum diatur dalam UU Penyiaran.

Kemudian urgensi berikutnya, untuk menguatkan kembali eksitensi KPI-KPID sebagai representasi publik di bidang penyiaran, mengembalikan keberagaman isi siaran dan kepemilikan, serta hal-hal urgen lainnya.

“Justru semangat liputan investigasi jurnalistik, kami berharap semakin dikembangkan dengan lebih profesional lagi sebagai bagian dari fungsi kontrol pers,” tambahnya.

Maka pembahasan RUU Penyiaran anah Air, patut ditunda sembari diperbaiki dikembalikan pada konsep awal, antara lain untuk menguatkan kembali ekosistem penyiaran nasional,” pinta Anas.

Di bagian lain, Zaenal Petir mengungkapkan, masyarakat harus melawan produk undang-undang yang merugikan rakyat, yang hanya menjadi rakyat sebagai objek bukan subjek.

"Negara sedang gendeng! Investigasi jurnalistik kok dilarang. Jika produk jurnalistik investigasi akan dilarang, tak ada kata lain selain harus dilawan oleh rakyat. Pasal kontroversial tersebut jika disahkan bakal menjadi undang-undang yang akan memberangus kebebasan pers dan membungkam pers," tegasnya.

Agus Riyanto, Dewan FISIP Unwahas ini, menyatakan, pers atau media adalah pilar ke empat demokrasi di luar pilar demokrasi formal, eksekutif, yudikatif, dan legislatif.

"Ketika ketiga pilar demokrasi itu memble, maka harapan satu-satunya publik ya kepada lembaga pers. Tapi bila ada pelarangan jurnalistik investigatif, ini sama saja sebagai upaya penghapusan hak dan kebebasan pers, kebebasan berpendapat, kebebasan pers adalah hak universal, hak masyarakat memperoleh informasi yang seluas-luasnya," tandasnya.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Ary B Prass

Tags

Rekomendasi

Terkini

Libur Nataru, PLN Siagakan 315 SPKLU di Jateng-DIY

Jumat, 19 Desember 2025 | 23:10 WIB

FEB Unimus Gelar Entrepreneurship Expo and Competition

Jumat, 19 Desember 2025 | 20:30 WIB

HISPPI PNF Jawa Tengah Resmi Dikukuhkan

Jumat, 12 Desember 2025 | 16:10 WIB

Kasus HIV/AIDS di Salatiga 1.055 Kasus

Kamis, 11 Desember 2025 | 10:05 WIB
X