Krjogja.com, SALATIGA - Panitia angket (hak penyelidikan) DPRD Salatiga menegaskan bahwa kerja panitia angket tidak diam dan tidak ‘mlempem’ dan kini mereka telah menemukan fakta indikasi dugaan pelanggaran terhadap perundang-undangan (aturan) atas wacana kebijakan Walikota Salatiga, Robby Hernawan terkait dengan pemindahan Pasar Pagi dan Penghentian Sementara Perda Nomor 1 Tahun 2024 tentang Pajak dan Retribusi Daerah (PDRD).
Penegasan tersebut dikatakan Ketua Panitia Angket DPRD Salatiga, Saiful Masud kepada para wartawan di Salatiga, Senin (7/7/2025) didampingi anggota Panitia Angket lainnya.
“Memang ada anggapan bahwa kami panitia angket terkesan diam dan melempem. Tetapi tidak demikian kami terus bekerja dan saat ini telah menemukan fakta ada indikasi pelanggaran peraturan perundangan-undangan yang dilakukan atas rencana kebijakan Walikota Salatiga,” tandas Saiful Masud kepada para wartawan.
Ia menambahkan dalam penyelidikan ini akan sampai 60 hari kerja dan akan berakhir pada September 2025. Sampai awal Juli ini panitia angket telah memanggil antara lain Dinas Perdagangan, Sekda, Asisten 1 dan Asisten 2, Bagian Hukum, Kepala Bappeda, paguyuban pedagang Pasar Pagi, pengemudi ojek, buruh gendong, serta Plt Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) dan Wakil Walikota Salatiga, Nina Agustin.
Dari hasil pemeriksaan, ditemukan bahwa kebijakan relokasi pedagang Pasar Pagi merupakan keputusan lisan yang langsung ditindaklanjuti oleh dinas (OPD) terkait.
Perintah pemindahan itu tidak memiliki kajian mendalam, tidak melibatkan partisipasi masyarakat, dan belum memiliki dukungan anggaran.
"Kami menilai rencana kebijakan ini sembrono karena menimbulkan keresahan dan gaduh di kalangan pedagang dan masyarakat. Pasar Pagi ini sangat vital dan strategis. Omzetnya mencapai lebih dari Rp1 triliun per tahun dan menjadi sumber penghidupan bagi lebih dari 1.000 pedagang," ungkapnya.
Relokasi Pasar Pagi bisa berdampak besar karena pasar ini merupakan pemasok kebutuhan pangan utama di Salatiga. Apalagi, para pedagang sayur keliling mengancam kulakan Pasar Pagi jika direlokasi ke Pasar Rejosari.
Semetara terkait pelanggaran dalam penghentian sementara Perda Nomor 1 Tahun 2024, Perda tersebut sebelumnya menjadi dasar pemungutan retribusi sampah rumah tangga yang dikelola melalui TPS3R.
Penghentian sepihak oleh walikota gegabah yang mana Perda tersebut merupakan produk bersama eksekutif dan legislatif.
Dengan penghentian sementara Perda tersebut membuat target penerimaan retribusi sebesar Rp 7,5 miliar bakal sulit tercapai. Dari hasil penyelidikan panitia angker, hingga kini baru terkumpul Rp 713 juta. Sehingga berpotensi menimbulkan kerugian daerah dan mengancam kondisi lingkungan di Salatiga.
"Kami akan meminta BPKP untuk menghitung kerugian daerah akibat penghentian perda ini. Jika tidak segera ditangani, Salatiga bisa menghadapi krisis dan darurat sampah, apalagi umur teknis TPA di Ngronggo hanya tersisa dua tahun lagi," katanya.
Sementara anggota Panitia Angket DPRD Salatiga, Dance Ishak Palit, menyebut kebijakan relokasi dan penghentian perda merupakan inisiatif langsung dari walikota.
Ia menambahkan, Panitia Angket akan melakukan pendalaman hasil penyelidikan pada pertengahan Juli 2025.