Mbah Ubed menegaskan bahwa ruang digital harus diisi oleh suara pesantren. Santri, menurutnya, wajib mengambil bagian dalam produksi konten keislaman yang sehat, moderat, dan berakar pada tradisi keilmuan pesantren.
“Santri dan pesantren harus mengisi ruang digital dengan konten kepesantrenan. Jangan biarkan ruang itu kosong dan diisi pihak yang tidak memahami pesantren,” tegasnya.
Ia juga menyinggung tantangan baru berupa penggunaan Artificial Intelligence (AI) dalam belajar. Informasi yang terbuka harus tetap dibatasi oleh etika, maqashid syariah, dan bimbingan moral.
Baca Juga: Manfaatkan Teknologi untuk Jawab Persoalan Masyarakat
Menurut Mbah Ubed, tantangan terbesar saat ini bukan lagi akses pengetahuan, tetapi bagaimana menjaga moral, adab, dan tujuan belajar agar tidak melenceng dari nilai-nilai pesantren.
“Tugas kita hari ini adalah mengontrol moral. Ilmu bisa didapat di mana saja, tetapi adab dan bimbingan kyai tidak bisa digantikan,” ungkapnya.
Kementerian Agama menyambut pandangan para ulama tersebut sebagai langkah memperkuat Ditjen Pesantren dalam menyusun program rekognisi alumni, penguatan literasi digital, dan pengembangan ekosistem pembelajaran yang tetap menjaga adab, etika, dan integritas keilmuan pesantren.(ati)