SAMPAH antariksa berpotensi menabrak satelit aktif yang juga menjadi kekhawatiran internasional. Dari analisa dan data yang ada, sebagian sampah antariksa berupa satelit mati dan peralatan yang hilang.
Kepala Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan), Thomas Djamaluddin, mengatakan, beragam jenis sampah antariksa (lihat grafis) total objek antariksa yang mengorbit bumi yang ukurannya lebih dari 10 cm saat ini berjumlah 19.700. “Maka saat ini dibuat pedoman internasional untuk membatasi dan mengurangi sampah antariksa,†kata Thomas, Senin (1/7/2019) malam.
Ditambahkan Thomas, pengurangan yang efektif adalah dengan memanfaatkan efek hambatan atmosfer yang terkait dengan ketinggian orbit. Satelit-satelit orbit rendah diharapkan jatuh secara alami. Untuk itu, disarankan penggunaan orbit rendah agar sampahnya pada jangka waktu tertentu akan jatuh. Tetapi dengan makin banyaknya objek di orbit rendah juga berisiko bertambahnya potensi tabrakan.
Langkah-langkah pun kin tengah dilakukan. Salah satunya menggunakan teknologi penjaringan sampah antariksa. Namun, beban biaya yang harus ditanggung tidak sedikit. Terlebih semua sampah harus diambil. “Di Jepang ada perusahaan yang akan memberikan jasa pembersihan sampah antariksa. Namun belum beroperasi,†ungkapnya.
Thomas menyadari soal sampah antariksan, atau pembahasan program ataupun teknologi keantariksaan di Indonesia masih sering dianggap sebagai isu yang berat oleh masyarakat awam. Padahal di luar negeri, khususnya negara-negara maju, pembahasan teknologi keantariksaan sudah masuk ke tahapan rancangan strategis kebijakan negara.
“Pekan lalu saya menghadiri simposium antariksa di Amerika, ternyata di situ bukanlah pertemuan ilmiah, tetapi pertemuan antara industri dan pengguna, yang diayomi pemerintah,†ucapnya.
Nah, setelah simposium tersebut, ia merasa tersentil karena seharusnya dalam pembahasan program antariksa, posisi pemerintah ditempatkan sebagai mitra industri agar bisa maju, bisa juga sebagai pengguna utama.