YOGYA, KRJOGJA.com - Kepala BPOM Penny Lukito mengatakan, keterkaitan antara zat kimia Bisphenol A dengan gejala medis tertentu masih bersifat indikatif dan belum kausalitasnya belum jelas. Karena sebagaimana diketahui bersama Bisphenol A (BPA)‎ merupakan zat yang digunakan dalam proses pembuatan kemasan plastik polikarbonat (PC). Plastik Polikarbonat digunakan untuk bermacam produk konsumen termasuk kemasan air minum dan sebagai lapisan (liner, epoxy) dalam kemasan kaleng makanan.
‎"Penelitian-penelitian yang dilakukan terhadap BPA menunjukkan resiko bahaya kesehatan seperti infertility dan sebagainya walaupun belum jelas kausalitasnya,"kata Kepala BPOM Penny Lukito dalam keterangan persnya yang diterima KR
, Rabu (8/6).
Penny Lukito hadir dalam acara ‎konferensi pers seusai acara sarasehan dengan tema 'Bahaya BPA'di Hotel Shangrila, Jakarta.
Beberapa pakar yang diundang dalam acara tersebut menyampaikan paparan mengenai potensi bahaya BPA jika terkonsumsi oleh manusia. Namun tidak dijelaskan apakah penelitian ini independen atau ada sponsor yang membiayai. Selain itu penelitian ini juga belum dilakukan kajian oleh peneliti lain dan sejawat.
Suami dari Kepala BPOM,Firdaus Ali menyampaikan, analogi pelabelan potensi BPA dalam galon dengan pelabelan pada rokok. Sebuah Analogi yang dianggap aneh oleh pelaku industri AMDK.
Ketua Asosiasi produsen air kemasan (Aspadin) Rachmat Hidayat menyatakan, dalam usulan pelabelan BPA yang mengandung BPA adalah kemasannya. Sedangkan yang diusulkan untuk dilabeli hanya satu jenis produk yaitu AMDK, sehingga logika dan narasi menjadi aneh .
"Apabila satu jenis rokok dilabeli sedangkan yang lain tidak maka konsumen akan berpindah ke rokok yang tidak dilabeli. Nanti apa yang akan terjadi dalam industri AMDK jika diterapkan kebijakan diskriminatif,"ungkap Rachmat.