Seminar 'Ambuka Raras Angesti Wiji' Pendidikan Lebih Mengabdi pada Penguasa

Photo Author
- Sabtu, 4 Juni 2022 | 21:15 WIB
Prof Pardimin PhD (tengah) bersama pembicara dan panitia PKBTS. Foto - Jayadi Kastari
Prof Pardimin PhD (tengah) bersama pembicara dan panitia PKBTS. Foto - Jayadi Kastari

YOGYA, KRJOGJA.com - Pendidikan di Indonesia tidak jelas, timbul-tenggelam. Pendidikan tidak punya pegangan yang kokoh. Hal ini terjadi karena pendidikan tidak mengabdi pada sistem, tetapi justru mengabdi pada penguasa.

Demikian ditegaskan Prof Slamet PH MEd MA PhD, Ketua Bidang Dikbud Majelis Luhur Persatuan Tamansiswa dalam seminar 'Ambuka Raras Angesti Wiji' bertema 'Kesenian Pepucuk Pendidikan pemikiran Ki Hadjar Dewantara' di Hotel Cokro Kembang, Jalan Kaliurang Km 6, Sabtu (04/06/2022). Seminar tersebut diselenggarakan Perkumpulan Keluarga Besar Tamansiswa (PKBTS) bekerjasama dengan Disdikpora DIY, dilaksanakan Panitia Seabad Tamansiswa PKBTS.

Seminar tersebut juga menghadirkan narasumber Maya Lestari GF (Homeschooler, Penulis Buku Kurikulum Merdeka Kemendikbud), Dr Hajar Pamadhi MA Hons (Dosen UNY) dengan moderator Ki Tri Suparyanto (dosen FE-UST). Seminar diikuti berbagai kalangan dibuka Prof Pardimin PhD selaku Ketua Harian Majelis Luhur Persatuan Tamansiswa serta pengantar Ki Mustadin Taggala (Sekum PKBTS).

Menurut Slamet, pendidikan yang dibangun sistemnya. "Kalau pendidikan mengabdi pada penguasa, menjadi tidak terstruktur dan kurang kreatif," katanya.

Pada bagian lain, disampaikan esensi pendidikan itu membuat anak bahagia. Hanya saja, pendidikan kurang mengolah cipta, rasa dan karsa, akibatnya lemah kemanusiaan. "Kurang manusiawi, terseret pada materialisme. Inilah yang menjadi sumber kekerasan," ujarnya.

Slamet mengingatkan, saat menjadi pendidik jangan merampas hak anak. Ditegaskan, Undang-Undang Pendidikan sebenarnya hanya merealisasikan tujuan apa yang ingin dicapai serta upaya-upaya apa yang dilakukan.

Sementara itu, Hajar Pamadi antara mengatakan, konsep seni sudah berkembang. Seni untuk berkarya, sistem dan ide. Seni untuk ideologi, sistem dan berkarya. "Ambuka raras angesti wiji, sebenarnya pendidikan berbasis raras alias keindahan, wiji alias benih menjadi manusia yang luhur budinya. Intinya, seni untuk keluhuran budi," tandasnya.

Sedangkan Prof Pardimin dalam kesempatan itu mengatakan antara lain, seminar ini sebagai sumbang saran pemikiran revisi Rancangan Undang-Undang (RUU) Sisdiknas: Kontribusi Pendidikan Kesenian sebagai Penjaga Karakter Khas Bangsa dalam Kebijakan Keistimewaan DIY dan Merdeka Belajar. (Jay)

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Administrator

Tags

Rekomendasi

Terkini

X